Langsung ke konten utama

Unggulan

REVIEW BUKU "GILBERT CHOCKY: DAVE GROHL"

Gue memutuskan untuk membeli buku ini saat kegiatan Banten Bookfair 2023 berlangsung di gedung Perpustakaan Daerah Banten pada 18 Mei 2023 silam. Kegiatan yang mempertemukan gue kembali dengan sobat karib bernama Gebrina Sephira, atau biasa dipanggil Gegeb, merupakan suatu keberuntungan. Merasa beruntung karena sudah cukup lama tidak bersua sambil membahas buku-buku yang sedang trending, maupun membahas buku-buku lama namun masih layak untuk dibaca. Terlebih di acara tersebut, gue bisa langsung bertatap muka dengan salah satu penulis kondang yang bukunya menjadi best-seller di tahun 2019. Henry Manampiring, penulis buku bertema filsafat berjudul Filosofi Teras. Tapi kali ini gue belum mau bahas Filosofi Teras. Gue bakal bahas buku yang mana sosok didalamnya cukup menyita perhatian setelah beliau meng-cover lagu milik Lisa Loeb berjudul Stay pada tahun 2021 di kanal YouTube Foo Fighters. gambar: pribadi A.      TENTANG BUKU Buku ini ditulis oleh Gilbert Chocky, ri...

CERITA PUKUL SEPULUH MALAM



Salam dari Kota Santri, Pandeglang Banten


22:00 WIB


Namaku Anida Regina, sebut saja Rere. Aku suka hujan, makan cokelat dan suka membaca komik. Malam ini langit tak berbintang. Aku tahu pasti akan turun hujan. Terdengar gemuruh petir yang disusul oleh rintik air yang perlahan membasahi tanaman ibu, bunga mawar dan tanaman Stroberi di depan rumah. Aroma pretichor menyeruak kuat. Jendela kamar sengaja dibuka sedikit agar bisa merasakan sendunya malam bersama hujan.


Di kamar ini aku tumpahkan semua mimpi-mimpi dan harapan sejak sepuluh tahun lalu. Dinding yang penuh sketsa gambar ditambah jam dinding berwarna hitam, puluhan medali yang bergantungan, potret sewaktu aku berdiri di podium sebagai pemenang Lomba Karya Tulis Ilmiah Remaja, saat aku berhasil menaklukkan tingginya gunung Kerinci bersama kawan-kawan Pecinta Alam, dan potret wisuda. Aku meraih ponsel dan membuka YouTube. Lofi Hip Hop Chill yang menyejukkan, menemani malam ini sebelum aku terlelap dan kembali terbangun dengan disambut mentari pagi. Tidak lupa dengan aroma teh madu buatan ibu agar aku semangat bekerja.


Foto: Pribadi


Aku melirik foto yang berdiri di sudut meja. Potretku bersamanya sewaktu sekolah dulu. Genta, apa kabar? Aku harap kau sehat-sehat saja dan semoga selalu tersenyum. Kau mendengarku menyapamu? Hahh.. Sungguh tidak akan ada habisnya cerita masa SMA. Entah siapa yang memulai dan kapan dimulai. Beda zaman maka beda pula ceritanya.


Terlintas kenangan yang masih hangat dalam memori jangka panjang, terekam sangat jelas enam tahun lalu aku menulis surat untukmu. Hal terkonyol dan tergila yang pernah dilakukan seumur hidupku. Padahal kita sama-sama tahu bahwa saat itu sudah ada aplikasi pengirim pesan yang sangat mudah untuk aku menyampaikannya daripada harus rela pegal menulis, bahkan jemariku sampai terkena tinta pena karena memang telapak tanganku selalu berkeringat.


Temaram lampu neon warna sephia, burung kertas yang menggantung, alunan musik, wangi berondong jagung dan gelak tawa teman-teman pada malam perpisahan sekolah adalah saksinya. Aku yang gelagapan saat berdiri disebelahmu sampai tidak bisa menikmati sisa-sisa malam itu. Dengan kepala yang sedikit pusing dan keringat dingin mulai menitik, aku memberanikan diri untuk memberikan surat itu padamu. Karena setelah urusan sekolah usai, kita akan terpisah dengan jarak. Meskipun masih ada teknologi yang bisa membuat kita saling terhubung, tapi itu semua rasanya sangat membuatku tetap gelisah. Apa aku berlebihan? Maaf, tapi memang begini adanya.


Foto: Pribadi


Aku tahu akan terjadi masa itu. Masa dimana saat kita bertemu tidak akan ada lagi seragam putih abu-abu yang melekat di badan kita. Aku yang dahulu selalu mengenakan sepatu selain warna hitam sampai keluar – masuk ruang Bimbingan Konseling, aku yang menggendong ransel warna hitam, mengikat rambut dan mengenakan jaket denim sambil asyik mengulum permen lollipop sebelum bel masuk kelas berbunyi. Tidak hanya itu. Kau juga tidak lagi selalu ada disampingku untuk mengajari Matematika saat jam istirahat, kau yang kadang sinis karena lenganmu aku pukul dengan buku paket Biologi. Salah sendiri, siapa suruh tidak mau membantuku mengerjakan PR? Serta aku yang membuatmu jengkel saat mengganggu waktu santaimu. Ingat juga saat kita pulang sekolah bersama karena memang arah menuju rumah yang satu arah, dua kali naik kendaraan umum dan seperti biasa kau selalu turun dari bus lebih dulu. Namun tepat pada tanggal 15 Oktober 2012, kau yang melambaikan tangan padaku untuk pertama kalinya setelah dua tahun kita berteman. Aku mengerutkan kening, dan sialnya apa yang kau lakukan itu terus terbayang olehku.


Kau ingat saat pertama kali kita berjumpa? Koridor utama sekolah adalah saksi dimana kau dan aku bertengkar karena aku tidak sengaja menabrak hingga kacamatamu terjatuh, bahkan sampai patah. Waktu itu memang aku sedang bingung mencari ruang kepala sekolah. Selama satu minggu kau kelimpungan tidak bisa belajar dengan baik. Kau marah padaku. Padahal itu awal semester aku belajar di sekolah yang baru. Awalnya aku kira baik-baik saja, namanya juga anak baru. Tapi ternyata tidak. Malah awal dari kejadian itu yang membuatku selalu ingin menceritakannya berulang-ulang. Kau juga tahu kalau saat itu aku adalah anak yang masa bodo dengan sekitar, tidak punya teman akibat sering keluar – masuk ruang Bimbingan Konseling, bahkan namaku hampir dicatat di buku hitam. Aku adalah hitam dan kau adalah putih. Sangat kontras.


Foto: Pribadi


Cepatlah pulang, agar aku bisa menceritakan apa yang terjadi padaku selama ini.
Namun..


Namun untuk apa aku terus berharap padamu jika memang nyatanya tidak akan bersatu? Ya, itu dulu. Saat aku mulai merasakannya. Hal kecil nan bodoh yang disebut cinta. Sekarang angka pada usia kita mulai berubah setiap satu tahun sekali. Kita semakin melihat dengan jelas dunia nyata. Kita harus berani menghadapinya, biarkan semesta ikut campur dalam urusan kita. Hidupku dan hidupmu sekarang sangat jelas seperti apa nampaknya. Biarkan kisah ini ditulis kembali dan orang lain membacanya. Jika memang dirasa ada yang sama kisahnya denganku, berpikir baik saja. Mungkin hanya kebetulan, karena aku percaya bahwa Sang Maha Pencipta tidak tidur, Dia adalah penulis skenario terindah, dan Maha Tahu apa yang terjadi sebelum kita mengetahuinya.


Drrrttt… Drrrttt..


Ponselku bergetar. Tertulis di layar ponselku nomor baru.


“Hallo?”


“Hallo, Re.. Ini Genta. Apa kabar?”


“Genta..”


Aku terdiam, menengok kearah luar jendela disusul hujan yang turun makin deras.


Foto: Pribadi

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer