Langsung ke konten utama

Unggulan

REVIEW BUKU "GILBERT CHOCKY: DAVE GROHL"

Gue memutuskan untuk membeli buku ini saat kegiatan Banten Bookfair 2023 berlangsung di gedung Perpustakaan Daerah Banten pada 18 Mei 2023 silam. Kegiatan yang mempertemukan gue kembali dengan sobat karib bernama Gebrina Sephira, atau biasa dipanggil Gegeb, merupakan suatu keberuntungan. Merasa beruntung karena sudah cukup lama tidak bersua sambil membahas buku-buku yang sedang trending, maupun membahas buku-buku lama namun masih layak untuk dibaca. Terlebih di acara tersebut, gue bisa langsung bertatap muka dengan salah satu penulis kondang yang bukunya menjadi best-seller di tahun 2019. Henry Manampiring, penulis buku bertema filsafat berjudul Filosofi Teras. Tapi kali ini gue belum mau bahas Filosofi Teras. Gue bakal bahas buku yang mana sosok didalamnya cukup menyita perhatian setelah beliau meng-cover lagu milik Lisa Loeb berjudul Stay pada tahun 2021 di kanal YouTube Foo Fighters. gambar: pribadi A.      TENTANG BUKU Buku ini ditulis oleh Gilbert Chocky, ri...

AKAR SERABUT DAN BUAH TANAMANNYA

Hallo.. Selamat datang kembali. Gue harap, kabar kalian baik-baik saja di tengah masa yang tidak pasti ini. Gue sempat lupa kapan terakhir kali menulis kalau bukan melihat riwayat terakhir di blog sebelumnya. 10 Juli 2020 adalah terakhir kali gue menulis. Hitung sendiri berapa lama, sampai-sampai gue juga lupa caranya menulis.

Ya Allah... bingung!

Delapan bulan hidup di kota besar dan bergelut dengan waktu, dengan orang-orang yang “tidak paham” dan tidak bisa menerima ketidakpastian, terpaksa gue lakukan untuk kembali membeli fasilitas penunjang pekerjaan, membuat gue rasanya mati berdiri di dalam bus Transjakarta saat pergi dan pulang ngantor. Tantangan yang bikin gue merasa muak! Awalnya ragu karena apa yang menjadi pilihan tepat atau tidak. Tapi tetap gue lakukan dengan meminta bantuan Sang Maha Kuasa tentunya.

Kali ini gue mencoba untuk produktif kembali. Awalnya pesimis, beranggapan bahwa mengisi waktu luang dari hal-hal dan kondisi yang tidak pasti seperti sekarang ini diibaratkan menyiram air di padang pasir. Semenjak resign dari pekerjaan yang sebelumnya, gue memilih untuk menulis dan memotret kembali. Mulai belajar design juga karena fasilitas sudah memadai. Tapi awal memulai kembali ini rasanya sulit bukan main. Masih merasa tidak menikmati hasil keringat sendiri. Tidak tahu apa yang gue rasakan, yang ada hanya bingung, dan kosong. Satu bulan mengalami hal seperti ini. Sakit? Iya!

Pertengahan bulan Agustus gue mencoba bangkit dari tempat tidur. Sesekali memainkan ukulele yang baru gue beli dari teman. Nama Grande nampaknya cocok karena memang mereknya yang sama dan tidak perlu diganti lagi. Selesai mandi dan sarapan yang di rapel ke makan siang, gue cuma bisa termenung sambil memandang layar laptop. Apa gue mengalami yang namanya quarter life crisis seperti yang dikatakan salah satu akun instagram, atau hanya perasaan gue aja yang merasa jauh dengan Tuhan? Entah. Alhasil sejak pertengahan bulan Agustus gue mencoba mencabut rumput yang menumpang hidup di sekitar polybag tanaman stroberi. Kebetulan gue punya kebun stroberi sendiri yang memang di khususkan jika ada kebutuhan yang membutuhkan buahnya. Selain itu juga gue jadi suka masak. Membuat akun Cookpad, mencoba ulik resep masakan yang mama gue pernah buat kemudian gue share lewat media sosial. Sesekali masak untuk diri sendiri bahkan sampai membuat kue untuk teman-teman kalau kumpul ke rumah.

Minggu lalu gue baru aja beli bunga mawar. Rasanya halaman rumah papa dan mama perlu diisi dengan tanaman hias selain tanaman buah dan tanaman herbal. Bukan hanya sekadar untuk memanjakan mata setelah bangun tidur, tapi membuat diri ini sadar kalau yang ingin hidup di dunia ini enggak hanya gue dan virus corona lebih tepatnya. Gue beranggapan bahwa masa pandemi ini merupakan ajang yang tepat bermuhasabah diri terutama membuat pribadi menjadi lebih sadar dan bersyukur. Rasanya juga raga ini mulai kerasukan setan, gue “kembali” peduli dengan lingkungan setelah menyaksikan beberapa film dokumenter tentang lingkungan.


gambar: Pribadi


Awal kesadaran itu muncul setelah meliput acara nobar Sexy Killer di tahun 2019 atas ajakan teman satu komunitas yang membuat gue lebih sadar akan pentingnya hemat energi dan menggunakan energi terbarukan, kemudian Asimetris yang menyadarkan gue kalau yang selama ini gue lakukan (berjalan kaki) adalah langkah kecil mengurangi emisi bahan bakar yang terbuang, kemudian ada Diam dan Dengarkan, sebuah film dokumenter ditengah pandemi yang menjelaskan bahwa semasa pandemi ini manusia bisa terkena dampak apa saja baik positif dan negatif hingga membuka mata terbuka dan bersyukur atas tubuh kurus dan kecil ini kalau kebanyakan makan daging juga tidak baik secara kesehatan dan bisa berdampak buruk bagi lingkungan. Terakhir, baru-baru ini gue menyaksikan Semes7a. Film yang di produseri oleh Nicholas Saputra ini sangat sangat menginspirasi. 7 tokoh inspiratif yang mewakili provinsinya masing-masing menyadarkan kita kalau ada campur tangan Tuhan dalam setiap tindakan kita, terutama tindakan kita terhadap ciptaan-Nya.



gambar: Pribadi

Satu hal yang terpatri dalam diri dan mulai bertindak seperti sekarang adalah dari film Semes7a. Seorang bapak di Jawa Tengah tepatnya D.I Yogyakarta menerapkan Pharmaculture sebagai pilihan hidup dan mengenal agama Islam. Kalimat yang sampai sekarang tertanam di kepala kurang lebih seperti ini. Ketika sang anak bertanya mengapa ayah membeli rumah yang tanahnya jelek, sang ayah menjawab “Kalau kita membeli tanah yang bagus, kasihan tanahnya. Sudah bagus, malah kita rusak. Tapi kalau kita membeli tanah yang jelek, bisa kita perbaiki.”

****

26 Agustus 2020

Tanaman stroberi mulai berbuah. Ada 5 buah yang bisa gue petik dan dikonsumsi dengan baik. Rasanya ada yang manis, ada juga yang masam. Bunga mawar yang pertama kali di beli masih menguncup satu batang, sekarang mulai mekar. Warnanya juga cantik. Gue juga minta bantuan papa untuk tahu bagaimana cara membuat kompos dari dedaunan kering sekitar halaman. Berhubung di rumah banyak kantong kresek dan karung beras, gue manfaatkan saja untuk wadah kompos. Gue juga mulai beranjak dari kamar tidur. Keluar rumah untuk Me Time dan mencoba menyapa orang-orang yang pernah gue temui, bahkan mengenal orang yang ternyata menulis kisah ketika masuk ke suku pedalaman di barat Indonesia, sampai sosok yang banyak menyimpan kisah menarik di hidupnya selama lebih kurang 12 tahun.

Akar serabut memang tipis, namun perlahan ia mampu menembus tanah yang keras. Dengan sabar dan perlahan ia memberikan bunga kejutan yang berbuah manis. Meskipun ada yang masam, tapi gue mencintai prosesnya. Mata ini terbuka, tangan ini tergerak untuk kembali mengais harapan dan mengubur rasa sakit yang menjadi belenggu. Memang tidak mudah mencari kesembuhan lewat menanam kembali atas apa yang sudah layu, namun hanya dengan doa gue merasa berterimakasih atas orang-orang pilihan Allah swt yang pernah datang dan pergi. Kalau bukan karena mereka, gue tidak akan seperti sekarang. Bergerak dari zona nyaman memang berat, tapi itulah adanya. Menanam satu kebaikan, maka akan dibalas beribu kebaikan. Perlahan-lahan kembali memungut kepercayaan atas Dia yang memberikan gue napas dan rezeki lewat cara yang amat sangat unik.

Thank God!

gambar: Pribadi

Komentar

Postingan Populer