Unggulan
CERPEN: SEKAT YANG TAK KASAT MATA
Suara choir menggema keseluruh ruangan, sangat bersuka cita. Sesekali ada yang menangis ketika berdoa. Nathan sangat bahagia karena sepulangnya dari gereja, ia harus segera ke bandara. Baru saja memarkirkan motornya di garasi, ia terkejut karena di depan kamarnya sudah ada bingkisan, ditambah dengan 2 keranjang berisi buah-buahan beserta surat berwana biru muda. Nathan tersenyum sambil membereskan bingkisan pemberian Husna. Tak lama kemudian, opa Lukas menghampirinya.
“Wahhh, dari siapa itu?”
Nathan mengangkat kedua alisnya dan tersenyum lebar,
“Ini dari sahabatku, Husna.”
“Ohh, anak baik itu. Kau jadi pulang hari ini?”
“Iya opa. Habis mau bagaimana lagi, mama sedang sakit.
Saya jadi ambil cuti, toh semester depan saya akan kembali lagi, kok.”
“Tenang, bersabarlah. Kau tentu tidak lupa akan firman
Tuhan. Karena masa depan sungguh ada...”
“...dan harapanmu
tidak akan hilang. Amsal 23:18, opa!”
Opa Lukas tersenyum sambil menepuk pundak Nathan.
“Oh iya opa. Ini, buahnya untuk opa saja.”
“Ahhh, tidak usah.”
“Tidak boleh menolak rezeki opa, saya masih ada satu
keranjang, kok. Lagi pula, ini kan hari Natal. Mohon diterima, opa. Untuk
Robin, cucu opa.”
Opa Lukas menerima pemberian Nathan dengan suka cita,
berterima kasih dan berlalu dari Nathan. Pria bermata indah itu tesenyum sambil
membuka pintu kamarnya.
****
“Oii bujang, posisi
dimana?”
“Nathan masih di jalan. 5 menit lagi sampai bandara, ba.”
“Hati-hati,
nak. Nanti pamanmu yang jemput, baba harus jaga mama di rumah sakit,”
“Tak apa, ba. Mama keadannya bagaimana?”
“Dokter
cakap, mama masih perlu istirahat dan kurangi makan ini itu. Kolesterolnya naik
lagi, ditambah tidak boleh terlalu banyak aktivitas. Padahal seminggu lalu
bilang mau lihat bujangnya pulang ke rumah sambil makan malam sama-sama.”
Nathan terenyuh mendengar suara Baba. Air matanya menitik
pelan.
“Ba, Nathan sudah sampai. Segera Nathan hubungi Paman Lian.”
“Ya,
ya. Hati-hati!”
Malam itu hujan turun di bandara Soekarno-Hatta. Malam natal
yang seharusnya menjadi malam suka cita bagi seluruh umat kristiani, namun
tidak bagi Nathan. Ia sangat ingin melihat mama kembali sehat dan terus
memanggilnya bujang. Ponselnya kembali berdering, kali ini dari Husna. Nathan
menyeka air mata dan menghentikan tangisnya.
“Hallo, na?”
"Nathan,
kamu suka Lebaran?"
Nathan mengerutkan kening, ia bingung mengapa Husna
bertanya dengan spontan.
“Maksudnya gimana, na?”
“Aku
tanya sekali lagi, kamu suka Hari Raya Idul Fitri?”
Pria bertubuh tegap itu hanya menghela napas dan air
matanya kembali menitik.
"Iyah
suka banget. Soalnya teman-teman
suka ngajak buka puasa gitu makan-makan, sama kayak kamu. Belum lagi pas lebaran,
kadang ada aja tetangga kost yang enggak mudik, mereka masak opor ayam,
ketupat, ditambah ibu kost juga suka bagi-bagi kue kering. Baba juga dua hari
lalu telfon, terus cerita kalau toko kelontongnya jadi ramai karena banyak yang
belanja menjelang hari raya."
Husna yang mendengar dari ujung sana terkekeh
mendengarnya.
“Aku juga suka Natal. Soalnya kalau
jalan-jalan bareng Abah dan Umi ke taman atau sekadar makan di mall, suka banyak asesori natal gitu. Warna-warni, lucu-lucu. Enak dipandang. Belum lagi si adik tuh, suka banget sama kartun boneka salju.”
Suasana menjadi hening, yang terdengar hanya riuh lalu
lalang banyak orang di depan Nathan.
“Bingkisan
dari ibu, jangan dihabiskan semua. Nanti Baba dan Mama enggak kebagian. Untuk
buah, yaa boleh kamu makan semua. Masak iya anak prodi gizi kekurangan gizi?”
“Lho kenapa enggak boleh dihabiskan semua? Pelit!”
“Eh
itu yang ngasih ibu, buat mama dan baba. Ihhh, kan kamu sering makan itu. Hahaha.”
Keduanya terdiam untuk lima belas detik. Hanya terdengar
sayup-sayup napas Husna diujung telepon.
“Nathan,
kayaknya udah dulu ya telfonnya. Udah mau isya, nih. Nanti kalau sudah sampai
rumah, jangan lupa kabari.”
“Hehehe, iya na. Nanti aku kabari lagi.”
“Selamat
Hari Natal, Nathan!”
Telepon terputus, Nathan tak kuasa menahan tangis. Ia merogoh
saku jaket untuk mengeluarkan tasbih kayu kokka milik Husna yang ia simpan. Malam
itu ia hanya memandang sekitar dengan nanar, kepalanya terasa berat, dadanya terasa
sesak, ia mencium tasbih sambil mengingat-ingat ucapan Husna yang tidak bisa
menjadi teman hidupnya.
![]() |
sumber: weheartit |
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Postingan Populer
REVIEW BUKU PIKIRAN FAJAR "YAUDAH, TERIMA AJA"
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
MONOLOG: TENTANG KITA YANG PERNAH PATAH
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar