Langsung ke konten utama

Unggulan

REVIEW BUKU "GILBERT CHOCKY: DAVE GROHL"

Gue memutuskan untuk membeli buku ini saat kegiatan Banten Bookfair 2023 berlangsung di gedung Perpustakaan Daerah Banten pada 18 Mei 2023 silam. Kegiatan yang mempertemukan gue kembali dengan sobat karib bernama Gebrina Sephira, atau biasa dipanggil Gegeb, merupakan suatu keberuntungan. Merasa beruntung karena sudah cukup lama tidak bersua sambil membahas buku-buku yang sedang trending, maupun membahas buku-buku lama namun masih layak untuk dibaca. Terlebih di acara tersebut, gue bisa langsung bertatap muka dengan salah satu penulis kondang yang bukunya menjadi best-seller di tahun 2019. Henry Manampiring, penulis buku bertema filsafat berjudul Filosofi Teras. Tapi kali ini gue belum mau bahas Filosofi Teras. Gue bakal bahas buku yang mana sosok didalamnya cukup menyita perhatian setelah beliau meng-cover lagu milik Lisa Loeb berjudul Stay pada tahun 2021 di kanal YouTube Foo Fighters. gambar: pribadi A.      TENTANG BUKU Buku ini ditulis oleh Gilbert Chocky, ri...

OPINI: KETIKA ENOLA HOLMES MENYEBUT KATA ‘TELEGRAM’

 

Setelah kenyang menyantap makan siang, entah mengapa ingin kembali menonton film jebolan Netflix di tahun 2020 berjudul Enola Holmes. Bercerita tentang adik bungsu detektif dunia ternama, Sherlock Holmes dan Mycroft Holmes. Singkat cerita, Enola yang baru saja menginjak usia 16 tahun akan menjemput kepulangan kedua kakaknya di stasiun dan ingin menanyakan perihal dimana ibunya yang sempat pergi. Mengira kakaknya akan gembira karena sudah lama tidak berjumpa dengannya, ternyata biasa saja bahkan hampir tidak mengenali adik kandungnya sendiri. Enola mengatakan pada Sherlock “Kau memintaku datang? kau mengirim Telegram, memintaku menemuimu disini.”

Tunggu sebentar, telegram? Hmm, cukup  menarik sebagai bahan pembicaraan di blog kali ini. Jagat media sedang panas, dikejutkan dengan banyaknya masyarakat yang mengeluh akan kebijakan layanan pesan singkat WhatsApp beberapa minggu yang lalu dan ramai-ramai pindah ke aplikasi yang sebenarnya sudah cukup jadul.

Tapi kenapa mau banget bahas, dan kenapa mau tau banget soal telegram?


sumber: Pinterest

LAHIR PADA ERA PERTENGAHAN ABAD AWAL

Dikisahkan Enola Holmes remaja yang hidup pada era Victoria Klasik, dimana teknologi dan penemuan-penemuan baru di Inggris semakin maju. Menelusuri sejarah panjang dan mencari tahu pengertiannya, Telegram sendiri artinya sebuah berita atau pesan yang dikirim menggunakan alat bernama Telegraf. Telegraf pertama kali diciptakan oleh Samuel Thomas Von Sömmering pada tahun 1809. Seiring berganti tahun dan banyak perkembangan akan alat pengirim sekaligus penerima pesan ini, di tahun 1837, warga berkebangsaan Amerika bernama Samuel F. B Morse menemukan bahwa telegraf bisa dijadikan alat untuk mengirim pesan yang disebut telegram. Keunggulan Telegram yakni pesan yang dikirim dan diterima cepat sampai, serta biayanya yang murah.

Bagi kalian yang pernah ikut ekskul Pramuka, tentu tidak asing bukan dengan nama tokoh diatas?


Sumber: blog penemu blogspot

Samuel Thomas Von Sömmering
Sumber: Wikipedia
Samuel F. B Morse
Sumber: Time







            




KEMBALI POPULAR DI ERA MILENIUM

Lain halnya dengan masyarakat di era Milenium ini. Kita berlomba-lomba untuk menggunakannya hanya karena beberapa perspektif yang masih simpang siur. Ada yang ingin menggunakan telegram karena tidak terlalu paham apa yang menjadi masalah sehingga mereka memutuskan untuk pindah ke telegrm, bahkan yang membuat mengerutkan kening adalah “katanya WhatsApp mau dihapus?”

Sedikit mengulas sejarah perkembangan telegram masa kini, telegram telah dirilis kembali pada tanggal 13 Agustus 2013. Penciptanya adalah dua bersaudara Nikolai dan Pavel Durov, dilansir dari media Kumparan, telegram memiliki sistem keamanan dengan standar Internasional sehingga penggunanya tidak perlu khawatir data bocor. Semasa kuliah dulu, tepatnya di tahun 2015, teman sempat mengatakan kalau Telegram itu asik dan fungsinya pun sama seperti whatsapp. Namun perjalanan telegram untuk bisa sampai dinikmati seperti sekarang tidaklah mulus. Pada tanggal 14 Juli 2017, pemerintah indonesia melalui menteri kominfo secara resmi memblokir apliasi Telegram. Hal ini dikarenakan telegram terdeteksi sebagai alat komunikasi untuk propaganda, terorisme, dan radikalisme. Ngeri banget, kan?

Jika orang terdahulu menggunakan telegram dikarenakan biayanya yang murah, lain halnya dengan masyarakat kita yang menggunakan telegram karena gratis. Hal yang bisa dikatakan sangat krusial untuk layanan komunikasi massa. Sama halnya dengan whatsapp bukan? Namun namanya ciptaan manusia, pasti ada kelebihan dan kekurangan. Kalau whatsapp dengan segala pembaharuannya bisa memuaskan pengguna, lain halnya dengan telegram yang tidak selalu memuaskan penggunanya dikarenakan tidak bisa melakukan video call dengan banyak orang, tidak bisa update status seperti di whatsapp, namun digaungkan kepada khalayak ramai sebagai aplikasi pesan singkat yang sangat aman.

Hal ini dikarenakan hebohnya berita mengenai whatsapp yang memberikan kebijakan baru mengenai privasi penggunanya ke pihak kedua yakni facebook. Artinya, segala hal yang kita lakukan di whatsapp jika kita mengizinkan kebijakan yang muncul pada layar ponsel, maka pihak facebook akan mengetahuinya. Apakah teman-teman nyaman? Belum tentu ya!


Nikolai dan Pavel Durov
Sumber: t9gram

 

TELEGRAM DI MATA PARA AHLI

Dalam sebuah jurnal penelitian di tahun 2018 yang ditulis oleh Sari Puti Nova, mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi, fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Riau, beliau mengemukakan penelitiannya terkait Efektivitas Komunikasi Aplikasi Telegram sebagai Media Informasi Pegawai PT. Pos Indonesia, Kota Pekanbaru. Berdasarkan jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 56% dan 26% responden berjenis kelamin perempuan, ditemukan bahwa aplikasi Telegram merupakan aplikasi yang sangat efektif digunakan dalam menyampaikan informasi khususnya informasi pekerjaan.

Tidak hanya di perusahaan, Telegram juga bisa mempermudah layanan dan informasi akademik, lho. Pada tahun 2019, Ariyan Zubaidi dari Departemen Teknik Informatika, Universitas Mataram, menulis dalam jurnal penelitiannya mengenai Layanan dan Informasi Akademik dengan basis Bot Telegram di Program Studi Teknik Informatika. Dikutip dari hasil penelitian yang beliau lakukan, “Chatbot berbasis Telegram telah dibangun dengan menyediakan berbagai layanan seperti penyediaan informasi, layanan tugas akhir, layanan praktek kerja lapangan dan tata tulis. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, command untuk masing-masing layanan dapat dieksekusi dengan baik dan memberikan respon sesuai yang diinginkan.

Berkaca pada hasil 2 penelitian ini, sepertinya telegram layak dicoba selama pandemi untuk adik-adik kita yang masih duduk di bangku sekolah dasar sampai perguruan tinggi.


NAMANYA JUGA BUATAN MANUSIA

Ya.. ya.. ya.., namanya juga buatan manusia. Ada Yin dan Yang supaya seimbang. Kesimpulannya: Pertama, dalam konteks pembahasan ini gue mengutip satu ucapan dari Enola bahwa “ibu percaya, privasi adalah etika yang paling mulia dan hal yang paling sering dilanggar.” Berkaca dari ucapan tersebut, alangkah baiknya kita untuk terus berhati-hati dan bijak bersosmed. Terlebih di Indonesia sudah ada UU ITE.

Kedua, ketika Enola Holmes menyebutkan kata ‘Telegram’ kita jadi paham apa maksud dan tujuan orang-orang terdahulu menciptakan segala sesuatunya. Samuel Thomas Von Sömmering, Samuel F. B Morse, dan kawan-kawannya, mereka keren. Sudah lebih dari 2 abad perjalanan telegram untuk sampai ke ponsel kita. Tidak perlu repot pula untuk menghafal hurup abjad dalam bentuk sandi Morse. Temuan mereka tak lain dan tak bukan hanyalah untuk membantu manusia menghadapi peradaban. Berkat peradaban, seluruh umat manusia bersatu, memecahkan masalah dan menemukan solusi untuk segala hal yang rumit.

 





Komentar

Postingan Populer