Unggulan
REVIEW FILM ‘PAPER TOWNS’: BUKAN SEKADAR KISAH PENCARIAN JATI DIRI PARA ABG!
Setelah mendengarkan salah satu soundtracknya yang berjudul Lost to Trying pada satu adegan paling keren, pada awalnya gue berpendapat bahwa Paper Towns adalah satu film yang sangat direkomendasikan untuk kalian para pelajar yang sedang gundah gulana akibat patah hati, bingung setelah selesai dari bangku SMA, bahkan untuk kalian yang baru aja dapat pengumuman belum dinyatakan lolos SNMPTN. Namun setelah menonton lebih dari lima kali sejak kemunculannya dan mengambil kesimpulan yang cukup receh namun berkesan, kayaknya Paper Towns enggak cuma cocok di tonton untuk para remaja.
![]() |
sumber: Netflix |
Ada lima alasan mutlak yang
harus kalian ketahui jika ingin menyaksikan petualangan sang tokoh utama untuk
bangkit dari kegagalan, menentukan pilihan, dan tetap melanjutkan hidup.
1.
Definisi Life is Choice
Dalam adegan di film,
kedua tokoh saling bertukar cerita. Menentukan kemana kaki mereka melangkah
selepas masa SMA. Margo menyebutkan bahwa dirinya tidak akan mengejar karir,
apalagi menikah untuk menuju bahagia seperti pilihan Quentin. Pria pendiam
namun lucu itu memilik untuk masuk ke Universitas ternama, lulus dari
perkuliahan dengan nilai bagus, memiliki jenjang karir yang bagus, menikah,
punya anak, dan kemudian Margo bertanya dengan lantang “lantas kau akan bahagia dengan itu semua?”
Hmmm, kalau gue
jadi Quentin kayaknya berasa ditimpuk pakai bakiak Mesjid, yaa. Pilihannya template banget. Namun buat kalian yang menonton
atau baru membaca ucapannya Margo langsung merasa nyelekit ke hati, gue ucapkan selamat. Karena sosok Margo telah
berhasil membuat kalian sadar bahwa masih ada banyak hal diluar sana yang
mungkin enggak akan kalian ulang dua kali, dan membuat hidup kalian lebih
bermakna sebelum ajal menjemput. Anggap saja ucapan tersebut adalah refleksi
bahwa dimanapun kita berada kelak, kebahagiaan pasti selalu ada selama kita mau
bersyukur dan terus berusaha atas pilihan.
2.
Praktik Move On Terbaik!
Buat gue, Margo itu
keren. Tapi menurut Quentin, Margo itu sangat spesial. Berbekal karakternya yang
kuat menyukai hal-hal yang berbau misteri, petualangan, dan teka-teki, Margo
berambisi untuk mendapatkan kebahagiaan dan hal-hal baru yang dia cari dengan
cara keluar dari zona nyaman. Tapi sebenarnya, Margo beranjak dari zona
nyamannya karena untuk move on setelah
sang kekasih berselingkuh dengan sahabat baiknya yakni Becca selama
berbulan-bulan. Jadi buat kalian yang sedang galau tingkat Provinsi karena
diselingkuhi, kayaknya bisa mengikuti jejak Margo untuk melakukan hal-hal yang
selama ini belum pernah kalian lakukan. INGAT BAIK-BAIK, KALIAN JUGA BERHAK
BAHAGIA!
3.
Quentin adalah Contoh
Remaja Panutan!
John Green berhasil menciptakan sosok-sosok yang pas untuk dibuat halu oleh siapapun! Jika di buku The Fault in Our Stars ada sosok Augustus Walters yang sangat ramah dan berusaha melakukan apapun demi mewujudkan mimpi kekasihnya, Hazel, maka di film Paper Towns ada sosok Quentin yang berusaha mencari dambaan hatinya, dan setelah bertemu ia akan mengutarakan perasaannya. Tidak hanya itu, Quentin juga memaafkan kesalahan temannya. Menurut pengakuan Margo, saat pesta perpisahan sekolah berlangsung, ia menyuruh semua siswi untuk tidak berdansa dengan Quentin. Namun dengan sikap dan ucapan Quentin yang hangat, dijamin bakal bikin kalian para perempuan bakal halu tingkat dewa sambil bilang “SISAIN SATU COWOK KAYAK QUENTIN, PLEASE!!!” Penasaran Quentin bilang apa? Tonton aja dulu.
4.
Persahabatan yang
Maniiiss Banget!
Dibalik perjuangan
Quentin untuk berusaha mengejar cinta, ada dua sosok yang mendorong Quentin
untuk percaya diri dan harus mengejar perempuan idaman. Yap, Radar dan Ben.
Radar yang cerdas namun risih akan sang Ayah yang mengoleksi lebih dari 100
Black Santa di rumah agar tercatat di Guinnes
book of record, dan Ben yang terpesona akan Lacey, sahabat baik Margo. Kalau bukan karena Ben yang bilang ‘kejarlah
cintamu!’ mungkin Quentin akan terus-terusan minder dan terus mencintai Margo dalam diam.
5.
Pesan dari Margo
untuk Quentin dan Kita Semua
Pada suatu malam sebelum
Margo menghilang, ia berpesan pada Quentin bahwa zona nyamannya hanyalah
sebesar huruf C, sedangkan yang ia
butuhkan ada banyak diluar sana. Cukup berani untuk ucapan seorang remaja
putri. Memang ada benarnya juga, terkadang selama ini kita terlalu takut untuk
melakukan sesuatu hanya karena takut salah, bahkan takut untuk mengambil risiko
semata-mata demi keuntungan. Atau bahkan dengan alibi klasik, “harus dengar
kata ibu” ya memang, sih. Tapi apa iya, enggak mau punya pilihan atas kemauan
dan kemampuan diri sendiri? Toh pada hakikatnya apapun yang kita lakukan pasti
ada kesalahan. Sekalipun tujuannya adalah menuju kesempurnaan.
![]() |
sumber: Amazon |
Paper Towns diangkat dari novel dengan judul yang sama. Meskipun bukunya terbilang cukup jadul yakni keluaran tahun 2008 dan filmnya tayang di tahun 2015, karya John Green satu ini memang mengangkat isu yang terjadi di masyarakat khususnya para remaja yang enggak ada habisnya. Meskipun seiring perkembangan zaman, perjalanan kehidupan masa remaja sangatlah kontras, namun permasalahannya sama-sama kompleks. Ada aja hal yang bikin kita geleng-geleng kepala, bingung, takjub, terharu, bahkan tertawa lepas.
Buat gue, Paper Towns lebih dari kisah fiksi remaja. Paper Towns adalah sebuah refleksi yang dengan tegas menunjukkan bahwa siapapun pasti menemukan titik terendah dalam hidup, dan secara jelas menunjukkan idealisme yang dengan sadar dilakukan oleh remaja di dunia nyata. Tujuannya satu, agar mereka tidak di pandang sebelah mata.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Postingan Populer
REVIEW BUKU PIKIRAN FAJAR "YAUDAH, TERIMA AJA"
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
MONOLOG: TENTANG KITA YANG PERNAH PATAH
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar