Langsung ke konten utama

Unggulan

REVIEW BUKU "GILBERT CHOCKY: DAVE GROHL"

Gue memutuskan untuk membeli buku ini saat kegiatan Banten Bookfair 2023 berlangsung di gedung Perpustakaan Daerah Banten pada 18 Mei 2023 silam. Kegiatan yang mempertemukan gue kembali dengan sobat karib bernama Gebrina Sephira, atau biasa dipanggil Gegeb, merupakan suatu keberuntungan. Merasa beruntung karena sudah cukup lama tidak bersua sambil membahas buku-buku yang sedang trending, maupun membahas buku-buku lama namun masih layak untuk dibaca. Terlebih di acara tersebut, gue bisa langsung bertatap muka dengan salah satu penulis kondang yang bukunya menjadi best-seller di tahun 2019. Henry Manampiring, penulis buku bertema filsafat berjudul Filosofi Teras. Tapi kali ini gue belum mau bahas Filosofi Teras. Gue bakal bahas buku yang mana sosok didalamnya cukup menyita perhatian setelah beliau meng-cover lagu milik Lisa Loeb berjudul Stay pada tahun 2021 di kanal YouTube Foo Fighters. gambar: pribadi A.      TENTANG BUKU Buku ini ditulis oleh Gilbert Chocky, ri...

DIALOG DALAM HUJAN

Tanpa kata, tanpa nada

Rintik hujan pun menafsirkan kedamaian

Hanya rasa, hanya prasangka yang terdengar di dalam dialog hujan..


Alunan lagu dari Senar Senja yang menemani Nia di rabu sore membuat rasa khawatirnya sedikit mereda. Ponsel yang ia genggamnya ia taruh di atas meja, menanti kabar dari Mido. Lagi-lagi Mido tidak memberinya kabar. Ia hanya sibuk dengan teman-teman band nya di kampus. Nia menghela napas, beranjak dari kursi dan mengambil sweater hitamnya yang menggantung di pintu. Tali rambutnya ia lepas, membiarkan rambut gelombangnya tergerai dan ia kembali duduk di dekat jendela kamar.


"Nia, ada yang nyari tuh diluar."

Ucap Niki, adik Nia yang kini tumbuh menjadi remja putri yang manis.

"Siapa, kalau orang lain selain Mido gue nggak mau keluar."

"Ihh temui dulu, gih. Orangnya nggak kalah keren kok dari Mido. Ganteng pakai banget, gila, asli. Yaa tipe gue banget deh, kak."

Nia menengok sinis. Akhirnya ia langsung bergegas menuju keluar kamar. Tidak lupa ia kenakan sandal tidur berbentuk kelincinya. Di dapatinya seseorang yang ia kenal. Namun itu dulu, ia terkejut karena tidak percaya ia akan hadir di hadapannya sekarang.


"Ngapain kamu kesini?"


Culas Nia pada pria yang berdiri di bawah naungan payung. Kali ini ia nampak berbeda, nampak lebih seperti orang yang tidak pernah pulang ke rumah. Rambutnya yang dulu cepak rapi, kini gondrong. Wajahnya walaupun kini brewokan namun itu tidak menutupi siapa dirinya yang Nia kenal.


"Ohh, masih ingat rupanya. Aku kira kamu pangling, loh."


Nia menundukkan wajahnya, tak lupa juga ia mempersilahkan pria itu masuk kedalam rumah. Tidak mungkin ia membiarkan pria itu duduk di beranda rumah yang tidak besar itu. Bisa-bisa basah karena cipratan hujan. Ia juga menyuruh Nikki untuk membuatkan teh madu hangat. Mereka berdua canggung, momen ini adalah langka. 4 tahun tanpa kabar akhirnya ia bisa bertemu lagi dengannya.


"Kamu sibuk apa sekarang?"


Ucap pria itu membuka percakapan, sedangkan Nia masih membisu.


"Kok di anggurin gitu sih kakaknya? Nikki aja deh yang ajak ngobrol."

Sambar Nikki yang datang sambil membawa beberapa toples berisi camilan.

"Ihhh apaan sih? Udah sana masuk. Ikut campur aja."

"Hahhaha, sini gabung. Lagian Nia diem aja, nih. Kamu Nikki kan?"

Nikki langsung berlari meninggalkan mereka berdua setelah Nia melotot padanya.

"Galak banget, non. Sama adik sendiri juga."

"To the point, kamu mau apa?"

"Kedatanganku kesini aku mau kasih kamu ini."

Ucapnya sambil menyodorkan sebuah buku harian berwarna hijau tosca. Nia menitikkan air matanya.

"Jadi selama ini ada di kamu, kok bisa?" Pria itu mengangguk.

"Kamu lupa yah, pas kamu makan di kafe 4 tahun lalu yang aku datang telat itu. Buku harian kamu ketinggalan di meja makan. Tadinya aku mau balikin ke kamu, tapi ya berhubung kamunya ngambek dan susah di hubungi akhirnya aku simpan saja. Tapi jujur, aku nggak buka-buka isi buku kamu kok."

Nia mengusap air mata di pipinya.

"Kamu kok nangis? Terharu yah, akhirnya selama 4 tahun ini bukunya ketemu juga, hehe."

"Enggak bukan itu."

"Terus apa?"

Nia hanya menggeleng dan tersenyum, ia menggenggam tangan pria itu.

"Nia, kamu sekarang sedang dekat sama siapa?"


****


"Kamu dimana, jadi nggak sih?"

"Iya aku lagi di jalan. 15 menit lagi aku sampai, kamu tunggu aja disitu. Kamu pesan makan aja duluan, kamu pasti lapar."

Nia melempar ponselnya di sofa kafe yang mulai sepi itu. Lebih dari 2 jam ia menunggu kehadiran Nandar, pria yang mendekatinya saat ini. Brocolli Potato Gratin dan Leci Float sudah siap santap di hadapannya. 

Sial, 3 jam Nia menunggu namun batang hidungnya tidak juga kelihatan. Nia akhirnya memutuskan untuk pulang setelah menghabiskan makanannya. Belum selesai ia melangkah keluar pintu kafe, sosok yang ia tunggu baru datang dengan wajah berkeringat. Helm juga masih ia kenakan, napasnya tersengal-sengal, Nia membenarkan letak kacamata pria itu kemudian pergi meninggalkannya.

"Nia, kamu mau kemana?"

"Pulang. Kenapa?"

"Aku minta maaf, macet banget tadi."

"Kamu pikir aku bodoh, sejak kapan Jakarta nggak macet? Kamu bisa nggak sedikit mengharagai waktu? Ini sudah kesepuluh kalinya kamu melakukan hal yang sama dan lagi-lagi kamu mengucapkan kata yang sama. Maaf. Sekarang terserah kamu deh, ya. Aku nggak peduli, aku mau pulang, udah malam ini."

Ucap Nia sambil berlalu meninggalkan pria itu.

****


"Hallo.."

"Nia, kamu dimana? 10 menit lagi aku sampai ke rumah kamu."

"Aku.. a, aku di rumah. Ada apa?"

"Siap-siap sana. Kita jalan, aku minta maaf. Aku selfish, harusnya aku nggak kayak tadi ke kamu. Ngilang nggak ada kabar. Tapi kamu tahu kan kalau aku bakal perform 3 hari lagi? Ok see you, honey."

Nia gelagapan, Mido menelponnya. Pria itu tersenyum dan mengangguk.

"Cowok kamu?"

Nia terdiam tidak menjawab, Nia makin bingung dengan semua ini.

"Aku paham, nia. Jujur aja. Toh aku kesini juga cuma mau kasih buku harian kamu yang tertinggal di kafe malam itu, udah yah. Pasti tadi cowok kamu ngajak jalan kan? Lebih baik aku pulang aja. Salam buat pacar kamu."

Ucap Nandar sambil tersenyum pada Nia. Ia tidak bisa menahan air mata yang tertahan di pelupuk matanya.Tepat di depan rumahnya mobil sedan berhenti, namun hujan juga belum reda. Mido berlari menuju gerbang tanpa payung. Nia yang menyadari kehadiran Mido bergegas mengambil payung dan keluar menghampiri kekasihnya itu. Mido yang basah kuyup di temani Nia, mendapati Nandar yang sedang menyeruput teh hangat.

"Itu siapa?"

Tanya Mido pada Nia, namun belum sempat nia menjawab pria brewokan itu langsung memperkenalkan diri pada Mido.

"Hallo, gue Nandar, teman kampusnya Nia dulu. Gue kesini cuma numpang neduh aja. Ya sekalian juga nih mau jenguk Nikki."

Nia hanya diam dan mengangguk pada Mido.

"Ohh, iyah-iyah. Eh kok kamu belum ganti baju? Yuk, keburu malam nih. Bro, sorry yah kita tinggal dulu."

"Ehh slow aja, gue juga langsung balik kok. Ada urusan juga gue, ok ni. Thanks teh nya."

Lugas Nandar. Sambil memakai blower hat hitam kesayangannya. Ia bergegas keluar dari rumah minimalis itu.



****

Mobil yang dikendarai Mido melaju dengan tenang dibawah rintik hujan yang sedikit mulai mereda, ia membuka jendela mobil. Semerbak aroma hujan yang terhirup di hidung Nia, ia gundah dengan perasaannya sendiri, apakah Nandar selama ini peka akan perasaannya atau tidak. Entah ia bisa bertemu lagi atau tidak dengan Nandar. Dalam buku hariannya tertulis bahwa ia masih menyimpan perasaan pada pria berwajah sendu itu. Jemarinya yang di genggam oleh Mido tidak membuatnya merasa tenang.

Ia hanya bisa berharap agar bisa di pertemukan kembali dengan Nandar. Entah kapan dan dimana kelak, yang pasti ia terus berharap untuk bisa bertemu kembali dengan Nandar. Ya, entahlah. 


Dialog dalam hujan antara dia dengannya


Komentar

Postingan Populer