Langsung ke konten utama

Unggulan

REVIEW BUKU "GILBERT CHOCKY: DAVE GROHL"

Gue memutuskan untuk membeli buku ini saat kegiatan Banten Bookfair 2023 berlangsung di gedung Perpustakaan Daerah Banten pada 18 Mei 2023 silam. Kegiatan yang mempertemukan gue kembali dengan sobat karib bernama Gebrina Sephira, atau biasa dipanggil Gegeb, merupakan suatu keberuntungan. Merasa beruntung karena sudah cukup lama tidak bersua sambil membahas buku-buku yang sedang trending, maupun membahas buku-buku lama namun masih layak untuk dibaca. Terlebih di acara tersebut, gue bisa langsung bertatap muka dengan salah satu penulis kondang yang bukunya menjadi best-seller di tahun 2019. Henry Manampiring, penulis buku bertema filsafat berjudul Filosofi Teras. Tapi kali ini gue belum mau bahas Filosofi Teras. Gue bakal bahas buku yang mana sosok didalamnya cukup menyita perhatian setelah beliau meng-cover lagu milik Lisa Loeb berjudul Stay pada tahun 2021 di kanal YouTube Foo Fighters. gambar: pribadi A.      TENTANG BUKU Buku ini ditulis oleh Gilbert Chocky, ri...

KETIKA 6 TAHUN LALU (KETIKA HARI ITU DATANG): Part 2




Ia nampak berbeda dari yang biasanya. Inikah dia yang selama ini aku tunggu? Rasanya seperti mimpi. Tapi aku sangat yakin ini adalah dia. Matanya yang berbinar, bibirnya tersenyum manis untukku, segar, aku tak tahu harus berbuat apa. Raga ini bergetar, kepala ini terasa makin sakit, dan semuanya, gelap. 
Aku langsung terbangun dengan kondisi masih berbasah-basahan di sofa ruang tamu. Tepat diatas meja sudah ada semangkuk bubur hangat, secangkir teh, dan piring kecil putih berisi 2 butir kapsul. Kepalaku masih terasa sangat sakit.
“Kamu tidur kenapa pakai baju basah kuyup begitu?”
Aku masih tidak sanggup membalas ucapannya. Tapi yang jelas aku masih banyak pertanyaan yang terlintas dari dalam kepala. Mengapa ia bisa tahu aku berada disini.
“Udah nggak usah dijawab dulu, masih lemas gitu. Aku minta maaf nggak ngabarin kamu lebih dulu. Mulai sekarang kamu jangan mikirin apa-apa dulu yah. Kamu istirahat saja. Aku pulang ke Indonesia sudah lumayan lama, dan kamu tahu nggak kalau sekarang ini aku jadi public speakers? Aku sombong sedikit boleh, kan? Jadi kalau kamu kangen, kamu bisa ketemu aku terus.”
Sempat merasa jijik ketika ia mengungkapkan semuanya. Rasanya seperti mendengar ia baru pulang liburan. Huh, tidak ku sangka bisa seperti ini. Tapi ini belum berakhir. Masih ada cerita dibawah ini yang akan ditulis oleh ‘si penulis’ tentangku dengannya. Tentu kalian akan penasaran !
“Oh iyah, nampaknya tadi malam kamu meninggalkan ini. Nampak tidak asing buatmu?”
Ucapnya sambil memberikan buku diary milikku. Kenapa bisa tertinggal? Jangan-jangan ia sudah membaca isinya. Aku masih belum bisa bangun. Kepala ini rasanya sangat sakit jika di gerakkan. Aku mencoba bangun dari sofa, namun baru sedikit menggeser letak leher, kepala ini langsung pusing tujuh keliling.
“Kamu lapar? Aku suapin kamu yaa. Tapi sebelumnya kamu minum dulu, biar hangat badan kamu.”
Ujarnya sambil mengambil segelas teh manis hangat dan menyuapiku, disusul juga ia mengambil mangkuk berisi bubur ayam, serta di aduknya perlahan. Aku jadi ingat masa ini, ketika aku dengannya bersama menunggu hujan reda dibawah pos ronda di pinggir jalan. Ia membuka jaketnya dan memakaikan jaket itu ke tubuhku. Tuhan, aku merindukannya. Air mata ini tiba-tiba menitik. Aku benar-benar merindukannya. Sontak ia mengambil tissue dan mengusap air mataku. Ia memandangiku dengan tatapan nanar. Iba melihatku.
“Hentikan tangisanmu. Cukuplah semalam aku melihatmu menangis.”
Jadi, tadi malam ia ada di café?


****

Jakarta, 19 Agustus 2016
Aku berdiri di depan cermin dengan baju mandi yang masih membalut tubuhku. Sambil memilih baju yang akan ku kenakan hari ini, ku keringkan rambut degan hair-dryer dan mengambil kotak makeup. Disusul mengambil jeans hitam, kemeja putih polkadot hitam, serta cardigan merah. Langkah kaki ini tergerak menuju rak sepatu, ku pilih sepatu dengan warna apa yang cocok ku kenakan hari ini. Ku putuskan menggunakan sneekers dengan warna merah maroon favoritku, senada dengan cardigan yang aku kenakan. Sudah lama aku tidak bergaya di depan cermin seperti ini. Usiaku memang terhitung sudah 23 tahun. Namun orang-orang yang mengenaliku pasti akan mengira bahwa aku ABG berusia 16 atau 17 tahun. Entahlah.
Aku berdiri di depan pintu rumah setelah berpamitan dengan mama. Bertanya kemana akan aku pergi lantas aku menjawab dengan santai. “Mau ketemu Andi. Dia ngajak aku ketemuan, ma”.
Mama hanya mengangguk, wajahnya tidak menunjukkan perasaan senang atau gembira. Dulu sewaktu kami masih menjalin hubungan, mama sangat antusias dengan Andi. Tidak seperti sekarang.
“Sudah berapa lama kalian putus?”
Aku sontak kaget bukan kepalang. Tidak berani menjawab, aku langsung beranjak namun mama menarik tanganku.
“Jujur sama mama, sudah berapa lama?”
Keringat dingin mengalir dari keningku. Belum sempat menjawab, terdengar suara klakson motor dari luar rumah. Pasti itu Andi. Tangan kiri masih dalam genggaman jemari mama. Andi mengetuk pintu rumah dan meminta izin masuk. Mama menyambutnya dengan  dingin.
“Assalammu’alaikum, tante. Riana ada?”
“Tante, biasanya memanggil saya mama. Ada apa?”
Mama culas. Aku gelagapan tidak tahu harus berbuat apa. Sepertinya mama tahu kalau hubunganku sudah berakhir dengannya. Padahal mama sangat merestui hubungan ini. Semuanya ulahku. Kalau saja aku tidak memutuskan hubungan dengannya pasti tidak akan seperti ini jadinya. Tapi ini sudah 4 tahun lamanya.
“Ehhm, mah. Aku sama Andi buru-buru. Kita mau pergi, iya kan sayang?”
Ucapku sambil menepuk pundak Andi. Pria yang kebingungan ini malah salah tingkah karena ucapanku yang memanggilnya ‘sayang’.


****

“Tadi aku nggak salah dengar, atau pendengaran ini kurang normal?”
Ucapnya sambil menyedot Matcha[1] dingin. Aku hanya memandang keluar jendela memperhatikan angsa-angsa yang berenang di kolam ikan di taman café ini. Tahu akan perlakuanku padanya dengan tidak menjawab pertanyaan, ia menimpuk kentang goreng ke wajahkku.
“Aduh, apaan sih?”.
Ucapku sambil mengusap-usap pipiku. Ia malah tertawa riang.
“Lagian ditanya malah diam. Mikirin apa? Kangen aku yaa, ciee yang kangen, ciee yang nulis nama aku di diary kamu, cieee yang tadi manggil sayang”.
Aku mengerutkan kening dan membalasnya dengan menimpuk kembali kentang goreng dari piringnya. Kami berdua tertawa. Ini yang aku rindukan darinya. Terimakasih Tuhan, Kau pertemukan kami kembali disaat yang tepat. Aku merindukannya. Tepat pada jam itu juga ia mulai menceritakan kehidupannya di Negeri Tirai Bambu, bertemu dengan orang-orang hebat di Harvard, dan para sahabat yang sangat mendukung cita-citanya. Menjadi pembicara di berbagai seminar yang dilaksanakan oleh Universitas dan sekolah-sekolah Menengah Atas Negeri dan swasta ternama yang ia lakukan.
“Sekarang aku sibuk nulis. Kamu mau ikutan buat project sama aku nggak? Yaa secara kamu kan pintar menggambar.”
“Haa, menggambar? Sejak kapan?”
“Sejak aku bilang ‘Aku cinta sama kamu sekarang’.
Bagai disambar geledek siang bolong. Ia menggombal atau…
“Eittt, nggak usah baper. Cuma bercanda !”.
Katanya sambil menjulurkan lidah. Kuakui, ini menyebalkan. Inilah yang aku tunggu-tunggu. Aneh. Aku menantinya mengucapkan itu namun aku sendiri yang tahu kalau itu candaan malah bersikap biasa saja. Hal yang aku mau adalah, jangan buat aku yang memintanya kembali Aku hanya ingin kau mengatakannya lagi dan pasti akan ku jawab ‘YA’. Ahh. Melihat keadaan seperti ini pasti si penulis cerita akan bilang bahwa Wanita adalah ciptaan-Nya yang terindah. Mungkin ini yang membuat keunikan tersendiri bagi wanita. Ya, akupun merasakan demikian.
Jika pria adalah teka-teki bagi seorang wanita, maka wanita merupakan teka-teki terbesar. Ia juga perhiasan, dan harta terindah di muka bumi ini. Tuhan menciptakan Adam untuk memimpin dan Hawa  sebagai pendampingnya. Tuhan menciptakan sifat umum lelaki, yakni kehidupannya 70 persen menggunakan logika, dan 30 persen perasaan. Sedangkan Wanita sebaliknya. Maka tak heran jika sifat wanita itu penuh ‘kepekaan’, segala sesuatunya menggunakan hati dan perasaan. Dibalik perasaan wanita ini juga lelaki merasa nyaman jika berada di dekat wanita yang dicintainya. Dan karena ia diciptakan oleh Tuhan dari tulang rusuk kiri lelaki, maka dimanapun kalian (wanita) berada, pasti jiwamu akan kembali pulang ke tempatnya.
Senja datang bersamaan dengan ucapannya yang mengatakan bahwa 3 hari lagi ia harus pergi ke Thailand karena ada project dengan kawan lamanya, Fahmi dan Husna. Aku sempat melihat foto kedua sahabatnya itu. Husna yang shaleha dan Fahmi yang nampak gagah dan beribawa. Andi sempat menjodohkan mereka berdua, namun nyatanya masih bersahabat sampai sekarang yang padahal mereka memiliki chemistry.  Tapi yasudahlah. Itu urusan mereka, aku tidak berhak ikut campur. Andi denganku menyusuri waduk pluit bersama, merasa lelah kamipun duduk bersebelahan sambil memandang langit sore. Entah apa yang ada di dalam pikirannya sekarang. ingin rasanya menembus batas. Menembus kedalam pikiran Andi dan membacanya. Apakah masih ada rasa itu dalam dirinya atau tidak?
”Kamu ingat sewaktu kamu memutuskan hubungan tidak?”
“Kenapa kamu tanya itu?”
Ia hanya tersenyum sambil menghirup napas dalam-dalam.
“Ahh tidak. Tidak apa-apa.”
Hanya itu?
“Cuma itu, di?”
“Yaa lalu kamu mau aku bilang apa? Gak jelas. Hahaah.”
Uhh, tertawa adalah ucapan mematikan. Mematikan pembicaraan, entah aku ingin mengatakan apalagi. Tidak jelas, ya. Tunggu..
“Di, selama disana kamu dekat dengan siapa?”
“Akhirnyaa kamu menanyakan itu. Hahahaa, yes! Baik, aku akan menjawab. Hmmmm, selama disana aku dekat dengan seorang gadis Indonesia keturunan etnis Tionghoa bernama Shien. Anaknya cerdas, aktif, ceria, baik hati, pandai memasak, dan… dia cantik.”
Aku hanya terdiam mendengar penjelasan darinya. Shien, siapa gadis ini? aku menjadi penasaran. Apakah gadis ini juga menarik hatinya Andi atau tidak. Kekhawatiran, cemburu menyeruak dalam pikiran.
“Ouh, lalu sekarang dia dimana?”
“Wahaahaha, kamu menanyakannya juga. Hahaha. memang kenapa? Ahh aku tahu. Kamu pasti cemburu. Ayo, mengaku !”
Aku gelagapan mendengar ucapannya.
“Apa sih? Cemburu apa, tidak ! Aku hanya menanyai siapa dia. Tidak cemburu !”
“Riana. Aku bisa membacanya dari tatapan matamu.”
Ucapnya sambil menyentuh pipiku.


****

Lagu cinta melulu,
Kita memang benar-benar merayu,
Suka mendayu-dayu..
Lagu cinta melulu..
Apa memang karena kuping Melayu,
Suka yang sendu-sendu..
Lagu cinta melulu.

-Efek Rumah Kaca, Cinta Melulu-

Ucap sang vokalis Efek Rumah Kaca lewat lagunya yang berjudul Cinta Melulu lewat radio. Sempat tidak terbesit di dalam hatiku siapa diri Shien. Ketika 3 hari yang lalu saat di waduk Pluit kami duduk menatap senja bersama dan mengatakan bahwa Shien adalah orang yang mengajari Andi banyak hal. Mulai dari bahasa Mandarin, budaya disana, dan lainnya. Hampir tidak ada 1 weekend pun terlewatkan oleh Andi dan teman-temannya termasuk Shien. Aku menatap jendela kamar, cuaca mulai mendung. Rasanya ingin keluar rumah dan menatap laut. Segera aku meraih cardigan merah dan mengenakan red sneekers tak lupa membawa diaryku.
                    

         Pantai Marina, Ancol.
         @ 4:25 PM
        
Nus, salahkah jika aku cemburu dengannya? Salahkah? Aku nggak tahu lagi harus gimana sekarang. Masa iya aku harus menghilang lagi, that’s impossible ! we just break up, but I still love him. I don’t know how we can meet again in this time. Nus, aku harus gimana lagi sekarang?

Aku menutup buku dan bersandar. Melihat sekeliling, merasakan hembusan angin disusul desiran ombak yang pecah karena batu karang. Ku tutup mata ini sejenak.
 “Hello, boleh saya duduk disini?”
Ucap seorang pria berambut panjang sebahu, dan wajahnya yang brewok dan mengenakan kacamata retro persis yang digunakan John Lennon. Sontak Riana kaget bukan kepalang. Ia membuka mata dan bergeser ke kanan, seraya mempersilahkan duduk pria asing itu. Mereka saling melempar senyum. Riana membisu, merasa kurang nyaman ia pun beranjak dari tempat duduknya.
Hey girl, don’t act like im a stranger. Just sit beside me please. I just wanna spending my time with you. Come on !”
Riana bergidik ngeri menatap pria barusan. Tidak ada orang sekitar selain mereka berdua. Gerimis mulai turun, Riana menatap langit dan mengangkat kedua tangannya, tersenyum bahagia karena hujan turun. Pria tadi mulai memainkan gitarnya. Memainkan sebuah lagu dari Andre Harihandoyo and the Sonic People berjudul Everything.
        
…And everything I do it to make you laugh
But I can’t never make you mind
I don’t know what I do, and everything..


****
“Kamu keturunan bule?”
Ucapku sambil menyeruput teh manis hangat.
“Hahahah, enggak. Aku keseringan ngomong pakai bahasa ‘planet’ gini yaa karena aku sering tampil di acara musik aja. Sehari-hari pakai bahasa Ibu, kok. Tenang aja.”
Aku tersenyum mendengar penjelasannya.
“Tadi kamu bilang kalau kamu itu sering tampil di acara musik. Televisi mana?”
“Ohh, itu hahah. Aku dan teman-teman band sebenarnya musisi Indie. Jangan bilang kamu nggak tahu. Cewek tipikal kayak kamu pasti sukanya lagu-lagu mellow, sok-sok’an galau gitu kayak anak sekolah jaman sekarang.”
“Idih, sotoy banget.”
Kami tertawa dibawah hujan. Akan aku perkenalkan pada kalian sosok asing dengan wajah brewokan ini. Namanya Galaksi Bimasakti. Kalian bisa memanggilnya Bima, Sakti, atau Galaksi. Boleh juga memanggil namanya lengkap. Galaksi Bimasakti. Nama yang unik dengan karakter yang sangat dalam. Pria yang menyukai All about Retro ini menyukai James Bay, kami menjadi dekat akhir-akhir ini. Patut diakui kehadirannya membuatku lupa akan sosok Andi. Bertolak belakang dengan Andi yang sangat menyukai One Ok Rock, dan tentang Jepang. Pasti kalian penasaran, ceritaku belum usai. Neptunus, bantu aku menceritakannya kepada khalayak yang membaca.
“25?”
Dengan lantang dan tegas aku jawab 23.
“John Green?”
Aku mengangguk sambil menyebut salah satu penulis tersohor Tanah Air.
“Dewi ‘Dee’ Lestari”.
“James Bay?”
“One Ok Rock”.
“Inggris?”
“Jepang !”
Hippers?”
“Harajuku” 
“Durian?”
“Apel.”
“Gunung?”
“Laut”.
“Hey, Arnold?”
Shingatsu wa Kimi no Uso[2]”.
“Ketoprak?”
“Ayam Penyet !”
“Indie?”
“J-Rock”
“Street Art?”
“Doodle Art !”
Espresso?”
Moccachino”.
Kami tertawa bersama. Mungkin kalian yang membaca sedikit bingung dengan obrolan kami barusan. Sedikit aku jelaskan. Barusan kami saling menanyakan kesukaan kami masing-masing. Sangat berbeda. Namun aku merasa bahwa karakter kami sepertinya 11-12. Kalian mengerti? Ahh mengerti sajalah. Penulis pun rasanya kesulitan menjelaskan.
“Minggu depan sibuk, maksudnya minggu depan dan minggu depannya lagi?”
Aku tertawa mendengar pertanyaannya kemudian menggeleng pelan.
“Oke. Ketemu jam 2 siang, di kursi putih tadi. Catat tanggalnya mulai dari sekarang.”
“Minggu depan, minggu depannya lagi, di tempat tadi, ok !”


****


Tepat jam 2 siang aku kembali ke tempat ini untuk bertemu dengannya, Galaksi. Sudah lama aku tidak membawa kamera dan bermain-main dengan si Hitam satu ini. Tidak lama aku melihatnya dengan penampilan yang sedikit hmmmm. Entah si penulis ini ingin mendeskripsikannya seperti apa karena memang karakter tokoh satu ini memang agak sedikit ‘gila’ dalam berpakaian (jika orang-orang menatapnya). Dia seorang hippers. Wajar atau tidak menurut kalian?
“Whoaaa, tunggu-tunggu. Darimana tuan gerangan? Apakah kita akan berkelana ke Timbuktu?”
Ucapku sambil membenarkan jam tangan merah yang aku kenakan.
“Hmmm mungkin sebaiknya nyonya ikut saja denganku. Dozo[3]!
Entah kali ini aku akan dibawa kemana olehnya, yang jelas kami akan berpetualang seru hari ini. Hingga mobil yang ia kendarai berhenti di depan sebuah café dengan nuansa hippie. Ada 10, 15, 20, nampak ramai pokoknya.
“Bim !”
Ucap salah satu laki-laki sambil melambai-lambaikan blow hat hitam kearah kami. Galaksi membalas lambaiannya dan menggandeng tanganku.
“Whoaa, sudah bawa yang baru kayaknya. Hallo nona ?”
Ucap pria asing sambil menjulurkan tangan kanannya, tanda mengajakku berkenalan. Aku menyambutnya dengan hangat. Galaksi mengajakku ke tempat ini untuk melihat penampilannya diatas panggung. Tepat jam empat sore café ini semakin ramai. Kalangan yang hadir di tempat ini rata-rata kawula muda. Aku semakin penasaran dengan penampilan Galaksi.
“Hey, bawa kamera kan? Jangan lupa fotoin aku dan teman-teman, awas kalau enggak !”
“Sok artis banget, hahahah.”
Seorang gadis belia yang mengenakan rok pendek berwarna hitam, rambut Pony tail yang di ombre navy, T-shirt putih bergambar Dream catcher yang membungkus tubuhnya naik keatas panggung, ia adalah manager dari band-nya Galaksi yang tidak lain gadis itu adalah adiknya, Nura. Cantik, pintar, menarik.
Galaksi dan teman-temannya beraksi diatas panggung. Diawali dengan lagu Shape of  You milik Ed Sheeran. Sorak tepuk tangan dari penonton yang menyambut suara khas Galaksi membuat atmosfer di café ini terasa sangat berbeda. Seolah-olah ia sedang konser. Mungkin ini yang membuat manager café tertarik untuk membuat kontrak dengan Galaksi dan teman-teman sebagai band penghibur di café. 
  “Hallo..”
Nura duduk di sebelahku. Tersenyum sambil mengambil sebatang rokok, menyelipkan ke mulutnya dan memberiku gas korek api dengan maksud menyulutkan api ke rokoknya.
“Kalau aku ngerokok nggak apa-apa, kan? Atau kamu nggak suka ada orang yang ngerokok di dekat kamu?”
Aku mengerutkan kening, canggung, aku mati gaya. Ia tertawa dan merebut kembali gas korek api dari tanganku dengan kasar dan menyulutkannya sendiri.
“Gue Nura, udah tau nama gue pasti dari Galaksi kan? Sorry kalau lo nggak nyaman sama gue ya.”
Aku mengangguk sambil tersenyum padanya.
“Kenal dia sejak kapan?”
“Belum lama. Yaa sekitar 2 minggu.”
Ia mengangguk sambil meraih gelas dan menuang wine yang ia bawa. Nura menawarkan tetapi aku menggeleng tanda menolak. Ia hanya tersenyum dan meneguknya perlahan. Baru aku temui gadis seperti Nura. Galaksi bilang, ia adalah adik yang amat disayang oleh ayahnya. Tetapi karena perubahan sikapnya yang menjadi seperti ini, sang ayah sakit dan meninggalkannya terlebih dulu menghadap Maha Kuasa.
“Lo tuh ‘lurus’ banget yah orangnya? Galaksi bisa kenal dekat sama cewek  kayak lo. Salute gue. Tapi satu hal yang harus lo tau dari Galaksi, dia nggak terlalu suka sama cewek tipikal kayak lo. Jadi jangan terlalu berharap sama Galaksi. Yaa gue sih ngasih tahu lo aja dari awal, takut-takut nanti di akhir lo kecewa sama Galaksi.”
Ucapnya sambil tersenyum sinis memandang Galaksi. Aku tidak tahu apa yang ia katakan dari kalimat pertama. Sedikit bergidik geli melihatnya menghisap dan mengembuskan asap yang mengepul keluar dari mulut kecilnya. Lurus, maksudnya apa? Apa yang ia maksud itu aku ini gadis polos, atau apa? Aku tidak paham. Lalu ‘jangan terlalu berharap’, apakah ia menganggap aku dengan Galaksi sedang proses pendekatan sehingga ia berkata demikian?
“Maaf, maksud kata-katamu apa ya?”
“Lo masih nggak ngerti? Aduh, gini. Gue udah kenal Galaksi udah lama. Gue tahu persis apa yang dia suka begitupun sebaliknya. Saran dari gue, lo mendingan berteman aja sama Galaksi, nggak usah jadi pacar apalagi jadi teman hidup atau apalah itu. Nggak pantes, dan lo nggak boleh punya hubungan apa-apa selain teman. Ngerti?”
Sempat merasa sakit hati namun aku tepis jauh-jauh, mungkin ada benarnya dan baiknya Nura mengatakan demikian. Siapa tahu aku yang baru mengenal Galaksi selama 2 minggu ini tiba-tiba muncul perasaan nyaman, atau jatuh cinta padanya. Aku menghirup napas dalam-dalam dan menghembuskan sekencang-kencangnya.
“Kenapa lo?”
Aku menggeleng dan terseyum pada Nura, lanjut menyaksikan Galaksi di panggung. Sesekali maju kedepan panggung untuk memotret sesuai permintaannya.


****


“Makasih yaa udah mau datang.”
Ucapnya sambil menggengggam jemariku, aku tersipu malu. Sial !
“Ehm, bisa lepasin nggak. Jangan lama-lama, pamali. Hehehe.”
Ia tertawa mendengar ucapanku. Galaksi melepas genggamannya, aku keluar dari mobilnya dan melambaikan tangan.
“Kalau aku telfon kamu jam 2 pagi boleh nggak? Yaa kita ngobrol apa gitu biar kita nambah dekat”
“Hah?”
“Hhhaaha, enggak. Bercanda, ya udah kamu masuk sana. Salam untuk mama kamu.”
“Iyah.”
  Aku terus memandang mobilnya hingga ujung gang sampai tidak terlihat lagi. Mandi dengan air hangat membuat tubuhku menjadi lebih relax. Aku berbaring di tempat tidur dan mengambil diary tak lupa dengan ballpoint yang tergeletak di meja belajar. Menulis kejadian hari ini bersama Galaksi. Hari yang indah buatku, sempat terus terpikirkan olehku kata-kata Nura. Ahh, tidak harus selalu aku pikirkan. Selalu berpikir baik saja sudah cukup membuatku merasa tenang. Detak jarum jam masih berputar sesuai dengan semestinya. Kepalaku terasa berat, selalu begini setiap kali aku mengantuk. Langsung saja aku padamkan lampu kamar dan mencoba untuk terlelap. Tepat jam dua dinihari si hippers menelponku dan ia tidak main-main dengan ucapannya.
“Hallo putri tidur?”
Aku menjawab dengan mata yang masih tertutup. Tidak sanggup untuk menjawab aku pun diam dan melanjutkan tidur. Namun ia masih mengoceh lewat telponnya. Hingga..
Lengsir wengi..
Ia menyanyikan salah satu lagu Lengsir wengi yang membuatku sontak terbangun dan menjerit ketakutan. Galaksi malah tertawa kegirangan.
“Apaan sih nyanyi lagu begituan? Nggak lucu ah !”
“Lagian diam aja, lagi ngapain sih?”
“Lagi ngiris bawang merah ! Ya lagi tidur lahh jam 2 pagi gini, duh.”
“Mau masak nasi goreng? Ahahha. Ya udah maaf deh, kan sekali-kali ini isengin kamu. Ehh tadi pas aku perform tuh kan kamu ngobrol sama Nura,  ngomongin apa aja?”
“Kepo ah. Udah sih besok aja telponnya. Mau tidur nih ngantuk.”
“Ini kan udah ‘besok’. Hahaaha”
Aku langsung memutus telfonnya dan melanjutkan tidur. Tapi lagi-lagi ia menelponku, tidak mau pusing dengan kelakukan Galaksi akupun meng-non aktifkan ponsel. Tidak berhenti sampai situ ternyata, ada seseorang yang melempar batu kerikil hingga mengenai jendela kamar lebih dari dua kali. Aku pun beranjak dari tempat tidur dengan gusar. Aku membuka jendela kamar dan kudapati Galaksi yang mengikat rambut gondrongnya tersenyum sambil melambaikan tangan ke arahku.
“Kok nomor kamu nggak aktif?”
“Kamu ngapain sih disini? Tetangga aku dengar nanti bisa disangka maling kamu. Sana pulang !”
“Kok nomor kamu nggak aktif?”
“Apaan sih? Udah sana pulang.”
“Kok nomor kamu nggak aktif?”
Aku hanya diam.
“Kok nomor kamu nggak aktif?”
Ia masih bertanya dengan pertanyaan yang sama, akupun beranjak mengambil ponsel dan mengaktifkannya kembali agar ia senang.
“Nih udah aku nyalain lagi. Terus sekarang apa?”
Galaksi mengambil ponsel dari saku jeansnya dan menelpon, entah menelpon siapa. Namun tiba-tiba ponselku berdering, ternyata ia meneleponku.
Sejak kejadian dinihari itu aku berpikir bahwa Galaksi adalah pria gila namun sejalan dengan bergantinya hari dan bulan, aku merasa nyaman dengannya. Sangat nyaman. Aku menikmati hari-hariku bersamanya. Menyaksikannya bernyanyi diatas panggung dengan suara dan gayanya yang khas, bermain air di tepi pantai, dan sejenak aku melupakan sosok yang aku sangat rindukan. Ya, Andi.

****

“Terimakasih, yaa.”
Ucapnya sambil mengacak-ngacak rambutku. Aku tersenyum.
“Udah deh, nggak usah pamer kemesraan gitu. Iyah deh gue jomblo disini. Cuma jadi ‘nyamuk’, kan.”
Kami tertawa didalam mobil, segera aku keluar dan berganti posisi tempat duduk. Nura pindah ke kursi depan, kami juga tidak lupa saling berpamitan.
“Udah yaa, besok-besok lagi pacarannya.”
Aku hanya tersenyum mendengarnya.
Terhitung 1 bulan aku dekat dengan Galaksi, dan 3 bulan aku menjalin hubungan cinta dengannya. Sangat banyak perubahan dariku. Aku mewarnai rambutku sama seperti Nura. Awalnya aku hanya mencoba-coba saja karena penasaran, tetapi malah ketagihan. Galaksi sempat melarang, namun entah kenapa aku jadi sering melawan. Aku merokok, namun secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan Galaksi dan Mama. Jika mereka tahu akan hal ini, pasti aku kena marah. Dan Galaksi akan mengakhiri hubungan ini. Tidak aneh makanya ketika aku jalan dengannya, ia selalu berkata ‘kok kamu bau rokok, kamu ngerokok?’ secepatnya aku akan menjawab dengan berbohong pastinya kalau aku duduk dekat Nura ketika sedang merokok, asapnya itulah yang membuat badanku menjadi bau rokok. Hanya rambut dan rokok saja perubahannya. Tidak yang lain. Entah setan apa yang merasuki pikiranku sehingga aku menjadi seperti ini. Mama sudah tahu bahwa hubunganku berakhir dengan Andi. Aku menjelaskan dan akhirnya mama bisa menerima Galaksi yang hadir di kehidupanku sekarang. Terkait perubahan warna rambut, mama tidak melarang sama sekali. Malah menganggapnya sebatas wajar karena aku sudah dewasa.
Kedewasaan menurut mama adalah kemampuan memutuskan pilihan dan memenuhi pertanggungjawaban. Jika aku memilih A, maka aku harus sudah bisa berpikir jauh kedepan dampak yang akan terjadi denganku dan harus bisa mempertanggungjawabkan pilihan yang sudah aku putuskan baik atau buruk. Terkait dengan rambut yang aku warnai inilah salah satu pilihan yang aku putuskan mutlak. Mama sempat menegur dengan cara halus, namun setelah itu mama biasa saja karena memahami apa yang sudah aku pilih. Begitupun dengan Galaksi. Mama perlahan menerima kehadirannya. AKU SUDAH DEWASA !


****


Tepat jam sepuluh malam Aku pulang sehabis menemani Galaksi di café biasa ia tampil. Ponselku berdering, nomor baru. Tanpa basa basi langsung saja aku terima.
“Hallo..”
Kamu habis darimana?”
Seseorang dari belakang menghampiriku. Mukanya nampak lesu, bahkan nampaknya kecewa.
“Hey, kamu udah pulang. Kapan? Kok nggak ngabarin aku dulu?”
Ucapku riang namun ia biasa saja, tidak seperti yang aku kenal. Sepertinya ia melihatku pulang dengan Galaksi barusan.
“Tadi siapa?”
“Oh itu, Galaksi. Kenapa?”
“Pacar kamu?”
“Ehm.. Bukan.”
“Jujur !”
“Iya serius bukan, orang baru kenal 2 minggu.”
“Iyaa baru kenal 2 minggu udah gitu nggak lama lagi pasti langsung jadian. Entah itu yang nyatain duluan kamu atau dia. Begitu kan? Kamu mendingan ngaku aja daripada terus-terusan aku begini. Aku nungguin kamu, coba hubungi kamu tapi nggak bisa-bisa. Sengaja hp kamu di matiin? Kamu lupa sama aku, Na?”
Aku mengerutkan kening sambil berjalan masuk ke rumah.
“Riana tunggu. Rambut kamu, rambut kamu kenapa begitu? Kamu juga bau rokok. Kamu kenapa, na?”
Ucapnya sambil menarik tanganku.
“Kamu apa-apaan sih? Overprotective banget. Emang kenapa kalau aku sama dia, salah? Aku sama dia udah jadian, di. Udah 3 bulan. Namanya Galaksi, ingat tuh. Galaksi. Kalau perlu tulis tuh di jidat kamu biar ingat terus. Lagian ngapain juga kamu bicara kayak tadi, emang kamu siapa aku? Kita Cuma teman. Ingat Andi, kita udah berakhir. Kita udah nggak ada apa-apa lagi, jadi terserah aku buat berteman atau punya hubungan dengan siapapun dan kamu nggak berhak untuk atur-atur aku lagi. Oh iyah lebih baik sekarang kamu pulang, udah malam. Kamu pasti capek, masih jet lag juga pasti.”
Ia tidak merespon ucapanku. Terpaku melihatku yang berubah secara penampilan. Tidak lama air matanya menitik. Aku tidak meresponnya, isakannya sedikit terdenagr namun aku masih berpaling dari wajahnya. Sama sekali tidak melihat wajahnya.
“Baiklah. Aku ucapkan selamat untuk kalian. Dan kamu cantik dengan rambut baru kamu. Aku suka. Aku pulang dulu, na.”
Ia pergi sambil membawa kopernya. Diujung jalan aku lihat ia memberhentikan taksi yang melaju dan masuk kedalamnya. Tuhan, ada apa denganku?


****


Entah hanya perasaanku saja atau memang ini adalah tamparan keras kedua yang aku terima? Sejak hari itu aku tidak lagi bertemu dengannya. Tidak merasa seperti kehilangan sosok yang aku rindukan selama ini. Aku tidak lagi ke tepi pantai. Aku malah sering ke café bersama Galaksi. Perlahan aku menjauh dari panorama hijau ciptaan-Nya. Hari-hariku dengan Galaksi sangat menyenangkan. Aku banyak menemukan dan mencoba hal-hal baru selain mewarnai rambut dan rokok. 5 bulan sudah aku menjalani hubungan dengannya. 5 bulan sudah aku memasuki babak baru bersama Galaksi. He’s my prince charming.
Berdiri lagi di depan cermin pada malam ini. sangat berbeda penampilanku dengan yang sebelumnya. Sangat stylish. Rambut ini lagi-lagi kuganti warnanya karena aku sudah bosan. Magenta, warna rambut baruku. Aku suka warna ini, terlihat cocok denganku karena kulitku yang putih.
“Udah siap, non?”
Ucapnya diujung sana. Aku tersenyum menyambut kehadirannya. Dan untuk pertama kali, keningku diciumnya. Darahku berdesir dari ujung kaki hingga ujung kepala.
“Eh..”
“Kenapa?”
“Ehm, nggak apa-apa. Yuk?”
Ucapku sambil mencubit pipinya.
Seperti biasa, ia mengajakku untuk menemaninya. Lagi. Namun ada yang berbeda kali ini. Galaksi akan tampil di café diluar Jakarta. Dan Nura Tidak terlihat seperti biasanya, rupanya ia menunggu kedatangan kami di lokasi. Demi Neptunus, aku diajaknya ke café tempat dimana aku menangis merindukannya. Tidak !!



To be continued…





[1] Minuman berupa susu yang dicampur Teh Hijau khas Jepang
[2] Kebohonganmu di Bulan April, salah satu judul serial Animasi Jepang
[3] Silahkan

Komentar

Postingan Populer