Ia
nampak berbeda dari yang biasanya. Inikah dia yang selama ini aku tunggu?
Rasanya seperti mimpi. Tapi aku sangat yakin ini adalah dia. Matanya yang berbinar,
bibirnya tersenyum manis untukku, segar, aku tak tahu harus berbuat apa. Raga
ini bergetar, kepala ini terasa makin sakit, dan semuanya, gelap.
Aku
langsung terbangun dengan kondisi masih berbasah-basahan di sofa ruang tamu.
Tepat diatas meja sudah ada semangkuk bubur hangat, secangkir teh, dan piring
kecil putih berisi 2 butir kapsul. Kepalaku masih terasa sangat sakit.
“Kamu
tidur kenapa pakai baju basah kuyup begitu?”
Aku
masih tidak sanggup membalas ucapannya. Tapi yang jelas aku masih banyak pertanyaan
yang terlintas dari dalam kepala. Mengapa ia bisa tahu aku berada disini.
“Udah
nggak usah dijawab dulu, masih lemas gitu. Aku minta maaf nggak ngabarin kamu
lebih dulu. Mulai sekarang kamu jangan mikirin apa-apa dulu yah. Kamu istirahat
saja. Aku pulang ke Indonesia sudah lumayan lama, dan kamu tahu nggak kalau
sekarang ini aku jadi public speakers? Aku
sombong sedikit boleh, kan? Jadi kalau kamu kangen, kamu bisa ketemu aku terus.”
Sempat
merasa jijik ketika ia mengungkapkan semuanya. Rasanya seperti mendengar ia
baru pulang liburan. Huh, tidak ku sangka bisa seperti ini. Tapi ini belum
berakhir. Masih ada cerita dibawah ini yang akan ditulis oleh ‘si penulis’
tentangku dengannya. Tentu kalian akan penasaran !
“Oh
iyah, nampaknya tadi malam kamu meninggalkan ini. Nampak tidak asing buatmu?”
Ucapnya
sambil memberikan buku diary milikku. Kenapa bisa tertinggal? Jangan-jangan ia
sudah membaca isinya. Aku masih belum bisa bangun. Kepala ini rasanya sangat
sakit jika di gerakkan. Aku mencoba bangun dari sofa, namun baru sedikit menggeser
letak leher, kepala ini langsung pusing tujuh keliling.
“Kamu
lapar? Aku suapin kamu yaa. Tapi sebelumnya kamu minum dulu, biar hangat badan
kamu.”
Ujarnya
sambil mengambil segelas teh manis hangat dan menyuapiku, disusul juga ia
mengambil mangkuk berisi bubur ayam, serta di aduknya perlahan. Aku jadi ingat
masa ini, ketika aku dengannya bersama menunggu hujan reda dibawah pos ronda di
pinggir jalan. Ia membuka jaketnya dan memakaikan jaket itu ke tubuhku. Tuhan, aku
merindukannya. Air mata ini tiba-tiba menitik. Aku benar-benar merindukannya.
Sontak ia mengambil tissue dan mengusap air mataku. Ia memandangiku dengan
tatapan nanar. Iba melihatku.
“Hentikan
tangisanmu. Cukuplah semalam aku melihatmu menangis.”
Jadi,
tadi malam ia ada di café?
****
Jakarta,
19 Agustus 2016
Aku
berdiri di depan cermin dengan baju mandi yang masih membalut tubuhku. Sambil
memilih baju yang akan ku kenakan hari ini, ku keringkan rambut degan hair-dryer dan mengambil kotak makeup. Disusul mengambil jeans hitam, kemeja
putih polkadot hitam, serta cardigan merah.
Langkah kaki ini tergerak menuju rak sepatu, ku pilih sepatu dengan warna apa
yang cocok ku kenakan hari ini. Ku putuskan menggunakan sneekers dengan warna merah maroon favoritku, senada dengan
cardigan yang aku kenakan. Sudah lama aku tidak bergaya di depan cermin seperti
ini. Usiaku memang terhitung sudah 23 tahun. Namun orang-orang yang mengenaliku
pasti akan mengira bahwa aku ABG berusia 16 atau 17 tahun. Entahlah.
Aku berdiri di depan pintu rumah
setelah berpamitan dengan mama. Bertanya kemana akan aku pergi lantas aku
menjawab dengan santai. “Mau ketemu Andi. Dia ngajak aku ketemuan, ma”.
Mama hanya mengangguk, wajahnya tidak
menunjukkan perasaan senang atau gembira. Dulu sewaktu kami masih menjalin
hubungan, mama sangat antusias dengan Andi. Tidak seperti sekarang.
“Sudah berapa lama kalian putus?”
Aku sontak kaget bukan kepalang. Tidak
berani menjawab, aku langsung beranjak namun mama menarik tanganku.
“Jujur sama mama, sudah berapa lama?”
Keringat dingin mengalir dari keningku.
Belum sempat menjawab, terdengar suara klakson motor dari luar rumah. Pasti itu
Andi. Tangan kiri masih dalam genggaman jemari mama. Andi mengetuk pintu rumah
dan meminta izin masuk. Mama menyambutnya dengan dingin.
“Assalammu’alaikum, tante. Riana ada?”
“Tante, biasanya memanggil saya mama.
Ada apa?”
Mama culas. Aku gelagapan tidak tahu
harus berbuat apa. Sepertinya mama tahu kalau hubunganku sudah berakhir
dengannya. Padahal mama sangat merestui hubungan ini. Semuanya ulahku. Kalau
saja aku tidak memutuskan hubungan dengannya pasti tidak akan seperti ini
jadinya. Tapi ini sudah 4 tahun lamanya.
“Ehhm, mah. Aku sama Andi buru-buru.
Kita mau pergi, iya kan sayang?”
Ucapku sambil menepuk pundak Andi. Pria
yang kebingungan ini malah salah tingkah karena ucapanku yang memanggilnya
‘sayang’.
****
“Tadi aku nggak salah dengar, atau pendengaran ini kurang normal?”
Ucapnya sambil menyedot Matcha
dingin. Aku hanya memandang keluar jendela memperhatikan angsa-angsa yang
berenang di kolam ikan di taman café ini. Tahu akan perlakuanku padanya dengan
tidak menjawab pertanyaan, ia menimpuk kentang goreng ke wajahkku.
“Aduh, apaan sih?”.
Ucapku sambil mengusap-usap pipiku. Ia
malah tertawa riang.
“Lagian ditanya malah diam. Mikirin
apa? Kangen aku yaa, ciee yang kangen, ciee yang nulis nama aku di diary kamu,
cieee yang tadi manggil sayang”.
Aku mengerutkan kening dan membalasnya
dengan menimpuk kembali kentang goreng dari piringnya. Kami berdua tertawa. Ini
yang aku rindukan darinya. Terimakasih Tuhan, Kau pertemukan kami kembali
disaat yang tepat. Aku merindukannya. Tepat pada jam itu juga ia mulai
menceritakan kehidupannya di Negeri Tirai Bambu, bertemu dengan orang-orang hebat di Harvard,
dan para sahabat yang sangat mendukung cita-citanya. Menjadi pembicara di
berbagai seminar yang dilaksanakan oleh Universitas dan sekolah-sekolah
Menengah Atas Negeri dan swasta ternama yang ia lakukan.
“Sekarang aku sibuk nulis. Kamu mau ikutan buat project sama
aku nggak? Yaa secara kamu kan pintar menggambar.”
“Haa, menggambar? Sejak kapan?”
“Sejak aku bilang ‘Aku cinta sama kamu
sekarang’.
Bagai disambar geledek siang bolong. Ia
menggombal atau…
“Eittt, nggak usah baper. Cuma bercanda
!”.
Katanya sambil menjulurkan lidah.
Kuakui, ini menyebalkan. Inilah yang aku tunggu-tunggu. Aneh. Aku menantinya
mengucapkan itu namun aku sendiri yang tahu kalau itu candaan malah bersikap
biasa saja. Hal yang aku mau adalah, jangan buat aku yang memintanya kembali
Aku hanya ingin kau mengatakannya lagi dan pasti akan ku jawab ‘YA’. Ahh.
Melihat keadaan seperti ini pasti si penulis cerita akan bilang bahwa Wanita
adalah ciptaan-Nya yang terindah. Mungkin ini yang membuat keunikan tersendiri
bagi wanita. Ya, akupun merasakan demikian.
Jika
pria adalah teka-teki bagi seorang wanita, maka wanita merupakan teka-teki
terbesar. Ia juga perhiasan, dan harta terindah di muka bumi ini. Tuhan menciptakan
Adam untuk memimpin dan Hawa sebagai
pendampingnya. Tuhan menciptakan sifat umum lelaki, yakni kehidupannya 70
persen menggunakan logika, dan 30 persen perasaan. Sedangkan Wanita
sebaliknya. Maka tak heran jika sifat wanita itu penuh ‘kepekaan’, segala
sesuatunya menggunakan hati dan perasaan. Dibalik perasaan wanita ini juga
lelaki merasa nyaman jika berada di dekat wanita yang dicintainya. Dan karena
ia diciptakan oleh Tuhan dari tulang rusuk kiri lelaki, maka dimanapun kalian
(wanita) berada, pasti jiwamu akan kembali pulang ke tempatnya.
Senja datang bersamaan dengan ucapannya
yang mengatakan bahwa 3 hari lagi ia harus pergi ke Thailand karena ada project
dengan kawan lamanya, Fahmi dan Husna. Aku sempat melihat foto kedua sahabatnya
itu. Husna yang shaleha dan Fahmi yang nampak gagah dan beribawa. Andi sempat
menjodohkan mereka berdua, namun nyatanya masih bersahabat sampai sekarang yang
padahal mereka memiliki chemistry. Tapi yasudahlah. Itu urusan mereka, aku tidak
berhak ikut campur. Andi denganku menyusuri waduk pluit bersama, merasa lelah
kamipun duduk bersebelahan sambil memandang langit sore. Entah apa yang ada di
dalam pikirannya sekarang. ingin rasanya menembus batas. Menembus kedalam
pikiran Andi dan membacanya. Apakah masih ada rasa itu dalam dirinya atau
tidak?
”Kamu ingat sewaktu kamu memutuskan
hubungan tidak?”
“Kenapa kamu tanya itu?”
Ia hanya tersenyum sambil menghirup
napas dalam-dalam.
“Ahh tidak. Tidak apa-apa.”
Hanya itu?
“Cuma itu, di?”
“Yaa lalu kamu mau aku bilang apa? Gak
jelas. Hahaah.”
Uhh, tertawa adalah ucapan mematikan.
Mematikan pembicaraan, entah aku ingin mengatakan apalagi. Tidak jelas, ya.
Tunggu..
“Di, selama disana kamu dekat dengan
siapa?”
“Akhirnyaa kamu menanyakan itu.
Hahahaa, yes! Baik, aku akan menjawab. Hmmmm, selama disana aku dekat dengan
seorang gadis Indonesia keturunan etnis Tionghoa bernama Shien. Anaknya cerdas,
aktif, ceria, baik hati, pandai memasak, dan… dia cantik.”
Aku hanya terdiam mendengar penjelasan
darinya. Shien, siapa gadis ini? aku menjadi penasaran. Apakah gadis ini juga
menarik hatinya Andi atau tidak. Kekhawatiran, cemburu menyeruak dalam pikiran.
“Ouh, lalu sekarang dia dimana?”
“Wahaahaha, kamu menanyakannya juga.
Hahaha. memang kenapa? Ahh aku tahu. Kamu pasti cemburu. Ayo, mengaku !”
Aku gelagapan mendengar ucapannya.
“Apa sih? Cemburu apa, tidak ! Aku
hanya menanyai siapa dia. Tidak cemburu !”
“Riana. Aku bisa membacanya dari
tatapan matamu.”
Ucapnya sambil menyentuh pipiku.
****
Lagu
cinta melulu,
Kita
memang benar-benar merayu,
Suka
mendayu-dayu..
Lagu
cinta melulu..
Apa
memang karena kuping Melayu,
Suka
yang sendu-sendu..
Lagu
cinta melulu.
-Efek
Rumah Kaca, Cinta Melulu-
Ucap sang vokalis Efek Rumah Kaca lewat
lagunya yang berjudul Cinta Melulu lewat radio. Sempat tidak terbesit di dalam
hatiku siapa diri Shien. Ketika 3 hari yang lalu saat di waduk Pluit kami duduk
menatap senja bersama dan mengatakan bahwa Shien adalah orang yang mengajari
Andi banyak hal. Mulai dari bahasa Mandarin, budaya disana, dan lainnya. Hampir
tidak ada 1 weekend pun terlewatkan
oleh Andi dan teman-temannya termasuk Shien. Aku menatap jendela kamar, cuaca
mulai mendung. Rasanya ingin keluar rumah dan menatap laut. Segera aku meraih
cardigan merah dan mengenakan red
sneekers tak lupa membawa diaryku.
Pantai Marina, Ancol.
@ 4:25 PM
Nus, salahkah jika aku cemburu dengannya? Salahkah? Aku
nggak tahu lagi harus gimana sekarang. Masa iya aku harus menghilang lagi, that’s
impossible ! we just break up, but I still love him. I don’t know how we can
meet again in this time. Nus, aku harus gimana lagi sekarang?
Aku menutup buku dan bersandar. Melihat sekeliling,
merasakan hembusan angin disusul desiran ombak yang pecah karena batu karang. Ku
tutup mata ini sejenak.
“Hello,
boleh saya duduk disini?”
Ucap
seorang pria berambut panjang sebahu, dan wajahnya yang brewok dan mengenakan
kacamata retro persis yang digunakan John Lennon. Sontak Riana kaget bukan
kepalang. Ia membuka mata dan bergeser ke kanan, seraya mempersilahkan duduk
pria asing itu. Mereka saling melempar senyum. Riana membisu, merasa kurang
nyaman ia pun beranjak dari tempat duduknya.
“Hey girl, don’t act like im a stranger. Just sit beside me please. I just wanna
spending my time with you. Come on !”
Riana bergidik ngeri menatap pria barusan. Tidak ada orang
sekitar selain mereka berdua. Gerimis mulai turun, Riana menatap langit dan
mengangkat kedua tangannya, tersenyum bahagia karena hujan turun. Pria tadi
mulai memainkan gitarnya. Memainkan sebuah lagu dari Andre Harihandoyo and the Sonic
People berjudul Everything.
…And everything I do it to
make you laugh
But I can’t never make you
mind
I don’t know what I do, and
everything..
“Kamu keturunan bule?”
Ucapku sambil menyeruput teh manis
hangat.
“Hahahah, enggak. Aku keseringan
ngomong pakai bahasa ‘planet’ gini yaa karena aku sering tampil di acara musik
aja. Sehari-hari pakai bahasa Ibu, kok. Tenang aja.”
Aku tersenyum mendengar penjelasannya.
“Tadi kamu bilang kalau kamu itu sering
tampil di acara musik. Televisi mana?”
“Ohh, itu hahah. Aku dan teman-teman
band sebenarnya musisi Indie. Jangan bilang kamu nggak tahu. Cewek tipikal
kayak kamu pasti sukanya lagu-lagu mellow, sok-sok’an galau gitu kayak anak
sekolah jaman sekarang.”
“Idih, sotoy banget.”
Kami tertawa dibawah hujan. Akan aku
perkenalkan pada kalian sosok asing dengan wajah brewokan ini. Namanya Galaksi
Bimasakti. Kalian bisa memanggilnya Bima, Sakti, atau Galaksi. Boleh juga
memanggil namanya lengkap. Galaksi Bimasakti. Nama yang unik dengan karakter
yang sangat dalam. Pria yang menyukai All
about Retro ini menyukai James Bay, kami menjadi dekat akhir-akhir ini.
Patut diakui kehadirannya membuatku lupa akan sosok Andi. Bertolak belakang
dengan Andi yang sangat menyukai One Ok Rock, dan tentang Jepang. Pasti kalian
penasaran, ceritaku belum usai. Neptunus, bantu aku menceritakannya kepada
khalayak yang membaca.
“25?”
Dengan lantang dan tegas aku jawab 23.
“John Green?”
Aku mengangguk sambil menyebut salah
satu penulis tersohor Tanah Air.
“Dewi ‘Dee’ Lestari”.
“James Bay?”
“One Ok Rock”.
“Inggris?”
“Jepang !”
“Hippers?”
“Harajuku”
“Durian?”
“Apel.”
“Gunung?”
“Laut”.
“Hey, Arnold?”
“Shingatsu
wa Kimi no Uso”.
“Ketoprak?”
“Ayam Penyet !”
“Indie?”
“J-Rock”
“Street Art?”
“Doodle Art !”
“Espresso?”
“Moccachino”.
Kami tertawa bersama. Mungkin kalian
yang membaca sedikit bingung dengan obrolan kami barusan. Sedikit aku jelaskan.
Barusan kami saling menanyakan kesukaan kami masing-masing. Sangat berbeda.
Namun aku merasa bahwa karakter kami sepertinya 11-12. Kalian mengerti? Ahh
mengerti sajalah. Penulis pun rasanya kesulitan menjelaskan.
“Minggu depan sibuk, maksudnya minggu
depan dan minggu depannya lagi?”
Aku tertawa mendengar pertanyaannya
kemudian menggeleng pelan.
“Oke. Ketemu jam 2 siang, di kursi
putih tadi. Catat tanggalnya mulai dari sekarang.”
“Minggu depan, minggu depannya lagi, di
tempat tadi, ok !”
****
Tepat jam 2 siang aku kembali ke tempat
ini untuk bertemu dengannya, Galaksi. Sudah lama aku tidak membawa kamera dan
bermain-main dengan si Hitam satu ini. Tidak lama aku melihatnya dengan
penampilan yang sedikit hmmmm. Entah si penulis ini ingin mendeskripsikannya
seperti apa karena memang karakter tokoh satu ini memang agak sedikit ‘gila’
dalam berpakaian (jika orang-orang menatapnya). Dia seorang hippers. Wajar atau
tidak menurut kalian?
“Whoaaa, tunggu-tunggu. Darimana tuan
gerangan? Apakah kita akan berkelana ke Timbuktu?”
Ucapku sambil membenarkan jam tangan
merah yang aku kenakan.
“Hmmm mungkin sebaiknya nyonya ikut
saja denganku. Dozo!”
Entah kali ini aku akan dibawa kemana
olehnya, yang jelas kami akan berpetualang seru hari ini. Hingga mobil yang ia
kendarai berhenti di depan sebuah café dengan nuansa hippie. Ada 10, 15, 20, nampak ramai pokoknya.
“Bim !”
Ucap salah satu laki-laki sambil
melambai-lambaikan blow hat hitam
kearah kami. Galaksi membalas lambaiannya dan menggandeng tanganku.
“Whoaa, sudah bawa yang baru kayaknya.
Hallo nona ?”
Ucap pria asing sambil menjulurkan tangan
kanannya, tanda mengajakku berkenalan. Aku menyambutnya dengan hangat. Galaksi
mengajakku ke tempat ini untuk melihat penampilannya diatas panggung. Tepat jam
empat sore café ini semakin ramai. Kalangan yang hadir di tempat ini rata-rata
kawula muda. Aku semakin penasaran dengan penampilan Galaksi.
“Hey, bawa kamera kan? Jangan lupa
fotoin aku dan teman-teman, awas kalau enggak !”
“Sok artis banget, hahahah.”
Seorang gadis belia yang mengenakan rok
pendek berwarna hitam, rambut Pony tail yang
di ombre navy, T-shirt putih
bergambar Dream catcher yang
membungkus tubuhnya naik keatas
panggung, ia adalah manager dari band-nya Galaksi yang tidak lain gadis itu
adalah adiknya, Nura. Cantik, pintar, menarik.
Galaksi dan teman-temannya beraksi
diatas panggung. Diawali dengan lagu Shape
of You milik Ed Sheeran. Sorak tepuk
tangan dari penonton yang menyambut suara khas Galaksi membuat atmosfer di café
ini terasa sangat berbeda. Seolah-olah ia sedang konser. Mungkin ini yang
membuat manager café tertarik untuk membuat
kontrak dengan Galaksi dan teman-teman sebagai band penghibur di café.
“Hallo..”
Nura duduk di sebelahku. Tersenyum sambil
mengambil sebatang rokok, menyelipkan ke mulutnya dan memberiku gas korek api
dengan maksud menyulutkan api ke rokoknya.
“Kalau aku ngerokok nggak apa-apa, kan?
Atau kamu nggak suka ada orang yang ngerokok di dekat kamu?”
Aku mengerutkan kening, canggung, aku
mati gaya. Ia tertawa dan merebut kembali gas korek api dari tanganku dengan
kasar dan menyulutkannya sendiri.
“Gue Nura, udah tau nama gue pasti dari
Galaksi kan? Sorry kalau lo nggak
nyaman sama gue ya.”
Aku mengangguk sambil tersenyum
padanya.
“Kenal dia sejak kapan?”
“Belum lama. Yaa sekitar 2 minggu.”
Ia mengangguk sambil meraih gelas dan
menuang wine yang ia bawa. Nura
menawarkan tetapi aku menggeleng tanda menolak. Ia hanya tersenyum dan
meneguknya perlahan. Baru aku temui gadis seperti Nura. Galaksi bilang, ia
adalah adik yang amat disayang oleh ayahnya. Tetapi karena perubahan sikapnya
yang menjadi seperti ini, sang ayah sakit dan meninggalkannya terlebih dulu
menghadap Maha Kuasa.
“Lo tuh ‘lurus’ banget yah orangnya?
Galaksi bisa kenal dekat sama cewek kayak lo. Salute
gue. Tapi satu hal yang harus lo tau dari Galaksi, dia nggak terlalu suka
sama cewek tipikal kayak lo. Jadi jangan terlalu berharap sama Galaksi. Yaa gue
sih ngasih tahu lo aja dari awal,
takut-takut nanti di akhir lo kecewa sama Galaksi.”
Ucapnya sambil tersenyum sinis
memandang Galaksi. Aku tidak tahu apa yang ia katakan dari kalimat pertama.
Sedikit bergidik geli melihatnya menghisap dan mengembuskan asap yang mengepul
keluar dari mulut kecilnya. Lurus, maksudnya apa? Apa yang ia maksud itu aku
ini gadis polos, atau apa? Aku tidak paham. Lalu ‘jangan terlalu berharap’,
apakah ia menganggap aku dengan Galaksi sedang proses pendekatan sehingga ia
berkata demikian?
“Maaf, maksud kata-katamu apa ya?”
“Lo masih nggak ngerti? Aduh, gini. Gue
udah kenal Galaksi udah lama. Gue tahu persis apa yang dia suka begitupun
sebaliknya. Saran dari gue, lo mendingan berteman aja sama Galaksi, nggak usah
jadi pacar apalagi jadi teman hidup atau apalah itu. Nggak pantes, dan lo nggak
boleh punya hubungan apa-apa selain teman. Ngerti?”
Sempat merasa sakit hati namun aku
tepis jauh-jauh, mungkin ada benarnya dan baiknya Nura mengatakan demikian.
Siapa tahu aku yang baru mengenal Galaksi selama 2 minggu ini tiba-tiba muncul
perasaan nyaman, atau jatuh cinta padanya. Aku menghirup napas dalam-dalam dan
menghembuskan sekencang-kencangnya.
“Kenapa lo?”
Aku menggeleng dan terseyum pada Nura,
lanjut menyaksikan Galaksi di panggung. Sesekali maju kedepan panggung untuk
memotret sesuai permintaannya.
“Makasih yaa udah mau datang.”
Ucapnya sambil menggengggam jemariku,
aku tersipu malu. Sial !
“Ehm, bisa lepasin nggak. Jangan
lama-lama, pamali. Hehehe.”
Ia tertawa mendengar ucapanku. Galaksi
melepas genggamannya, aku keluar dari mobilnya dan melambaikan tangan.
“Kalau aku telfon kamu jam 2 pagi boleh
nggak? Yaa kita ngobrol apa gitu biar
kita nambah dekat”
“Hah?”
“Hhhaaha, enggak. Bercanda, ya udah
kamu masuk sana. Salam untuk mama kamu.”
“Iyah.”
Aku terus memandang mobilnya hingga ujung gang sampai tidak terlihat
lagi. Mandi dengan air hangat membuat tubuhku menjadi lebih relax. Aku berbaring di tempat tidur dan
mengambil diary tak lupa dengan ballpoint
yang tergeletak di meja belajar. Menulis kejadian hari ini bersama Galaksi.
Hari yang indah buatku, sempat terus terpikirkan olehku kata-kata Nura. Ahh,
tidak harus selalu aku pikirkan. Selalu berpikir baik saja sudah cukup
membuatku merasa tenang. Detak jarum jam masih berputar sesuai dengan
semestinya. Kepalaku terasa berat, selalu begini setiap kali aku mengantuk.
Langsung saja aku padamkan lampu kamar dan mencoba untuk terlelap. Tepat jam
dua dinihari si hippers menelponku dan ia tidak main-main dengan ucapannya.
“Hallo putri tidur?”
Aku menjawab dengan mata yang masih
tertutup. Tidak sanggup untuk menjawab aku pun diam dan melanjutkan tidur.
Namun ia masih mengoceh lewat telponnya. Hingga..
Lengsir
wengi..
Ia menyanyikan salah satu lagu Lengsir
wengi yang membuatku sontak terbangun dan menjerit ketakutan. Galaksi malah
tertawa kegirangan.
“Apaan sih nyanyi lagu begituan? Nggak
lucu ah !”
“Lagian diam aja, lagi ngapain sih?”
“Lagi ngiris bawang merah ! Ya lagi tidur
lahh jam 2 pagi gini, duh.”
“Mau masak nasi goreng? Ahahha. Ya udah
maaf deh, kan sekali-kali ini isengin kamu. Ehh tadi pas aku perform tuh kan
kamu ngobrol sama Nura, ngomongin apa
aja?”
“Kepo ah. Udah sih besok aja telponnya.
Mau tidur nih ngantuk.”
“Ini kan udah ‘besok’. Hahaaha”
Aku langsung memutus telfonnya dan
melanjutkan tidur. Tapi lagi-lagi ia menelponku, tidak mau pusing dengan
kelakukan Galaksi akupun meng-non aktifkan ponsel. Tidak berhenti sampai situ
ternyata, ada seseorang yang melempar batu kerikil hingga mengenai jendela
kamar lebih dari dua kali. Aku pun beranjak dari tempat tidur dengan gusar. Aku
membuka jendela kamar dan kudapati Galaksi yang mengikat rambut gondrongnya
tersenyum sambil melambaikan tangan ke arahku.
“Kok nomor kamu nggak aktif?”
“Kamu ngapain sih disini? Tetangga aku
dengar nanti bisa disangka maling kamu. Sana pulang !”
“Kok nomor kamu nggak aktif?”
“Apaan sih? Udah sana pulang.”
“Kok nomor kamu nggak aktif?”
Aku hanya diam.
“Kok nomor kamu nggak aktif?”
Ia masih bertanya dengan pertanyaan
yang sama, akupun beranjak mengambil ponsel dan mengaktifkannya kembali agar ia
senang.
“Nih udah aku nyalain lagi. Terus
sekarang apa?”
Galaksi mengambil ponsel dari saku
jeansnya dan menelpon, entah menelpon siapa. Namun tiba-tiba ponselku
berdering, ternyata ia meneleponku.
Sejak kejadian dinihari itu aku
berpikir bahwa Galaksi adalah pria gila namun sejalan dengan bergantinya hari
dan bulan, aku merasa nyaman dengannya. Sangat nyaman. Aku menikmati
hari-hariku bersamanya. Menyaksikannya bernyanyi diatas panggung dengan suara
dan gayanya yang khas, bermain air di tepi pantai, dan sejenak aku melupakan
sosok yang aku sangat rindukan. Ya, Andi.
****
“Terimakasih, yaa.”
Ucapnya sambil mengacak-ngacak rambutku. Aku tersenyum.
“Udah deh, nggak usah pamer kemesraan gitu. Iyah deh gue
jomblo disini. Cuma jadi ‘nyamuk’, kan.”
Kami tertawa didalam mobil, segera aku keluar dan berganti
posisi tempat duduk. Nura pindah ke kursi depan, kami juga tidak lupa saling
berpamitan.
“Udah yaa, besok-besok lagi pacarannya.”
Aku hanya tersenyum mendengarnya.
Terhitung 1 bulan aku dekat dengan Galaksi, dan 3 bulan aku
menjalin hubungan cinta dengannya. Sangat banyak perubahan dariku. Aku mewarnai
rambutku sama seperti Nura. Awalnya aku hanya mencoba-coba saja karena
penasaran, tetapi malah ketagihan. Galaksi sempat melarang, namun entah kenapa
aku jadi sering melawan. Aku merokok, namun secara sembunyi-sembunyi tanpa
sepengetahuan Galaksi dan Mama. Jika mereka tahu akan hal ini, pasti aku kena
marah. Dan Galaksi akan mengakhiri hubungan ini. Tidak aneh makanya ketika aku
jalan dengannya, ia selalu berkata ‘kok kamu bau rokok, kamu ngerokok?’
secepatnya aku akan menjawab dengan berbohong pastinya kalau aku duduk dekat
Nura ketika sedang merokok, asapnya itulah yang membuat badanku menjadi bau
rokok. Hanya rambut dan rokok saja perubahannya. Tidak yang lain. Entah setan
apa yang merasuki pikiranku sehingga aku menjadi seperti ini. Mama sudah tahu
bahwa hubunganku berakhir dengan Andi. Aku menjelaskan dan akhirnya mama bisa
menerima Galaksi yang hadir di kehidupanku sekarang. Terkait perubahan warna
rambut, mama tidak melarang sama sekali. Malah menganggapnya sebatas wajar
karena aku sudah dewasa.
Kedewasaan menurut mama adalah kemampuan memutuskan pilihan
dan memenuhi pertanggungjawaban. Jika aku memilih A, maka aku harus sudah bisa
berpikir jauh kedepan dampak yang akan terjadi denganku dan harus bisa
mempertanggungjawabkan pilihan yang sudah aku putuskan baik atau buruk. Terkait
dengan rambut yang aku warnai inilah salah satu pilihan yang aku putuskan
mutlak. Mama sempat menegur dengan cara halus, namun setelah itu mama biasa
saja karena memahami apa yang sudah aku pilih. Begitupun dengan Galaksi. Mama
perlahan menerima kehadirannya. AKU SUDAH DEWASA !
Tepat jam sepuluh malam Aku pulang sehabis menemani Galaksi
di café biasa ia tampil. Ponselku berdering, nomor baru. Tanpa basa basi
langsung saja aku terima.
“Hallo..”
“Kamu
habis darimana?”
Seseorang dari belakang menghampiriku.
Mukanya nampak lesu, bahkan nampaknya kecewa.
“Hey, kamu udah pulang. Kapan? Kok
nggak ngabarin aku dulu?”
Ucapku riang namun ia biasa saja, tidak
seperti yang aku kenal. Sepertinya ia melihatku pulang dengan Galaksi barusan.
“Tadi siapa?”
“Oh itu, Galaksi. Kenapa?”
“Pacar kamu?”
“Ehm.. Bukan.”
“Jujur !”
“Iya serius bukan, orang baru kenal 2
minggu.”
“Iyaa baru kenal 2 minggu udah gitu
nggak lama lagi pasti langsung jadian. Entah itu yang nyatain duluan kamu atau dia. Begitu kan? Kamu mendingan ngaku aja
daripada terus-terusan aku begini. Aku nungguin kamu, coba hubungi kamu tapi
nggak bisa-bisa. Sengaja hp kamu di matiin?
Kamu lupa sama aku, Na?”
Aku mengerutkan kening sambil berjalan
masuk ke rumah.
“Riana tunggu. Rambut kamu, rambut kamu
kenapa begitu? Kamu juga bau rokok. Kamu kenapa, na?”
Ucapnya sambil menarik tanganku.
“Kamu apa-apaan sih? Overprotective banget. Emang kenapa
kalau aku sama dia, salah? Aku sama dia udah jadian, di. Udah 3 bulan. Namanya
Galaksi, ingat tuh. Galaksi. Kalau perlu tulis tuh di jidat kamu biar ingat
terus. Lagian ngapain juga kamu bicara kayak tadi, emang kamu siapa aku? Kita
Cuma teman. Ingat Andi, kita udah berakhir. Kita udah nggak ada apa-apa lagi,
jadi terserah aku buat berteman atau punya hubungan dengan siapapun dan kamu
nggak berhak untuk atur-atur aku lagi. Oh iyah lebih baik sekarang kamu pulang,
udah malam. Kamu pasti capek, masih jet
lag juga pasti.”
Ia tidak merespon ucapanku. Terpaku
melihatku yang berubah secara penampilan. Tidak lama air matanya menitik. Aku
tidak meresponnya, isakannya sedikit terdenagr namun aku masih berpaling dari
wajahnya. Sama sekali tidak melihat wajahnya.
“Baiklah. Aku ucapkan selamat untuk
kalian. Dan kamu cantik dengan rambut baru kamu. Aku suka. Aku pulang dulu,
na.”
Ia pergi sambil membawa kopernya. Diujung
jalan aku lihat ia memberhentikan taksi yang melaju dan masuk kedalamnya.
Tuhan, ada apa denganku?
****
Entah hanya perasaanku saja atau memang
ini adalah tamparan keras kedua yang aku terima? Sejak hari itu aku tidak lagi
bertemu dengannya. Tidak merasa seperti kehilangan sosok yang aku rindukan
selama ini. Aku tidak lagi ke tepi pantai. Aku malah sering ke café bersama
Galaksi. Perlahan aku menjauh dari panorama hijau ciptaan-Nya. Hari-hariku
dengan Galaksi sangat menyenangkan. Aku banyak menemukan dan mencoba hal-hal
baru selain mewarnai rambut dan rokok. 5 bulan sudah aku menjalani hubungan
dengannya. 5 bulan sudah aku memasuki babak baru bersama Galaksi. He’s my prince charming.
Berdiri lagi di depan cermin pada malam
ini. sangat berbeda penampilanku dengan yang sebelumnya. Sangat stylish. Rambut ini lagi-lagi kuganti
warnanya karena aku sudah bosan. Magenta,
warna rambut baruku. Aku suka warna ini, terlihat cocok denganku karena
kulitku yang putih.
“Udah siap, non?”
Ucapnya diujung sana. Aku tersenyum
menyambut kehadirannya. Dan untuk pertama kali, keningku diciumnya. Darahku
berdesir dari ujung kaki hingga ujung kepala.
“Eh..”
“Kenapa?”
“Ehm, nggak apa-apa. Yuk?”
Ucapku sambil mencubit pipinya.
Seperti biasa, ia mengajakku untuk
menemaninya. Lagi. Namun ada yang berbeda kali ini. Galaksi akan tampil di café
diluar Jakarta. Dan Nura Tidak terlihat seperti biasanya, rupanya ia menunggu
kedatangan kami di lokasi. Demi Neptunus, aku diajaknya ke café tempat dimana
aku menangis merindukannya. Tidak !!
To
be continued…
Komentar
Posting Komentar