Langsung ke konten utama

Unggulan

REVIEW BUKU "GILBERT CHOCKY: DAVE GROHL"

Gue memutuskan untuk membeli buku ini saat kegiatan Banten Bookfair 2023 berlangsung di gedung Perpustakaan Daerah Banten pada 18 Mei 2023 silam. Kegiatan yang mempertemukan gue kembali dengan sobat karib bernama Gebrina Sephira, atau biasa dipanggil Gegeb, merupakan suatu keberuntungan. Merasa beruntung karena sudah cukup lama tidak bersua sambil membahas buku-buku yang sedang trending, maupun membahas buku-buku lama namun masih layak untuk dibaca. Terlebih di acara tersebut, gue bisa langsung bertatap muka dengan salah satu penulis kondang yang bukunya menjadi best-seller di tahun 2019. Henry Manampiring, penulis buku bertema filsafat berjudul Filosofi Teras. Tapi kali ini gue belum mau bahas Filosofi Teras. Gue bakal bahas buku yang mana sosok didalamnya cukup menyita perhatian setelah beliau meng-cover lagu milik Lisa Loeb berjudul Stay pada tahun 2021 di kanal YouTube Foo Fighters. gambar: pribadi A.      TENTANG BUKU Buku ini ditulis oleh Gilbert Chocky, ri...

Ketika 6 Tahun Lalu



@February07, 2016
Kota Bunga, Puncak Bogor

Hujan di siang hari itu membuatku merasa senang sekaligus sedih. Perasaan senangnya adalah karena Neptunus memberiku kejutan dengan datangnya tetesan hujan. Dedaunan pohon pinus, rumput liar yang tumbuh di genting villa tak terurus oleh pemiliknya, serta burung-burung gereja yang hinggap di pepohonan kebasahan karena hujan, membuat hatiku merasa damai. Bulan February adalah bulan penuh cinta. Ungkapan ini hanya di gunakan oleh sebagian besar orang saat bulan February. Entah apa yang membuat mereka mengatakan demikian, apakah karena di tanggal 14 February adalah hari Valentine? Bisa jadi.

Perasaan sedihnya. Hari ini villa Kota Bunga diguyur hujan. Segelas susu coklat yang hangat, sepiring roti dengan siraman susu kental manis coklat, radio yang memutar lagu nuansa cinta, serta suara tetesan hujan, hmmmm. Membaui hujan, teringat akan 6 tahun lalu aku dengannya menikmati suasana seperti ini. Tubagus Serliandi atau sering disapa Andi, ia sangat menyukai hujan sama sepertiku. Banyak kesamaan antara aku dengannya. Mulai dari Anime[1], olahraga, musik, dan hujan. Aku dengannya bisa merasakan yang namanya cinta.

Aku ingat pertama kali kita jadian. Cinta dimasa SMA yang tidak pernah aku lupakan sampai sekarang sampai akhirnya kita harus memutuskan hubungan karena ia akan jauh dariku, itu juga suatu tindakan bodoh yang aku lakukan. Ia mendapatkan beasiswa di Cina. Aku bukan tidak bisa menjalani hubungan tersebut karena terdapat banyak survey yang menunjukkan 92% pasangan yang menjalani hubungan LDR atau Long Distance Relationship gagal. Namun tidak menurutku, aku menentang akan hal itu. Aku sengaja memutuskan hubungan ini karena memang aku ingat kata-kata yang dituliskan RA. Kartini dalam bukunya Habis Gelap Terbitlah Terang.

“Saat suatu hubungan berakhir, bukan berarti dua orang berhenti saling mencintai. Mereka hanya berhenti saling menyakiti”.

Aku setuju akan ucapan beliau, dari sana aku berpikir bahwa aku tidak ingin menyakitinya. Dalam hal apa? Dalam hal meraih cita-citanya dia yang pasti. Aku menegaskan padanya agar tidak menomor duakan cita-citanya untuk menjadi seorang insinyur masa depan Indonesia. Aku hanya tidak ingin ia tidak fokus akan impiannya. Niat ia kesana adalah untuk belajar, dan aku tidak ingin konsentrasinya terganggu karena aku. Lagi pula jika memang ia adalah jodohku pasti ia akan setia menungguku, begitupun sebaliknya.

“Aku nggak mau ganggu kamu disana, lebih baik kamu fokus daripada harus terus-menerus nantinya menghubugiku. Maaf. Sebaiknya kita akhiri saja.”

Ucapku saat itu dimana hujan membasahi kota Jakarta, momen pengumuman kelulusan sekolah. Ada perasaan yang mengganjal saat itu, dan aku sering melihat ia menulis status di sosial media. Begitupun kawan-kawanku yang mengatakan bahwa dia galau berat. Sempat merasa bersalah akan diri ini, tapi aku coba menepisnya. Beberapa bulan telah berlalu, musim silih berganti. Aku tidak mendapatkan kabar apapun darinya. Sampai di tahun 2016 ini, tahun ke-enam dimana puncaknya aku merasakan kerinduan yang amat membuat hatiku sangat sakit. Aku hanya mengobati rasa rindu padanya saat hujan turun sambil menikmati coklat panas untuk membuatku merasa tenang. Air mata ini menitik tanpa kusadari, dada juga terasa sesak. Mengapa ini? aku sangat ingin bertemu dengannya. Masih ku dengar radio memutar lagu dari Marcel, Firasat.


****


Cepat pulang , cepat kembali jangan pergi lagi
Firasatku ingin kau tuk cepat pulang
Cepat kembali jangan pergi lagi
                                                                           -Marcel, Firasat


Senja tiba dan hujan berhenti, aku pergi ke café untuk santai. Seperti biasa dimana aku berada, aku selalu membawa buku diary. Diary ini adalah hadiah ulang tahunku darinya. Café yang berjarak kurang lebih 1 km dari villa, sangat nyaman. Banyak ornament yang terbuat dari kayu, dindingnya juga papan yang dibuat dari kayu Mahoni berkualitas, banyak juga dipajang lukisan, pop art, serta keunikan lampu yang digantung dengan sangkar burung. Sangat unik, di belakang café ini terhampar kebun teh dan pohon pinus yang menyejukkan mata. Aku segera memesan coklat panas dan kudapan ringan berperisa green tea. Walaupun hujan sudah berhenti, namun kabut tipis masih tetap menyelimuti bercampur hawa dingin.
Aku masih membaui aroma hujan yang kuat menusuk hidung, membuatku terbawa suasana 6 tahun lalu. Hingga akhirnya ketika coklat panas dan bolu gulung green tea dengan siraman susu coklat datang, mereka mulai menggugah seleraku, meminta untuk segera aku santap. Tak lupa aku mengucapkan terimakasih kepada pelayan yang telah mengantarkan makanan ini. Senyum terkembang, ku pejamkan mata ini sejenak, merasakan atmosfer yang amat sangat membuatku larut akan 6 tahun lalu. Kapan aku bisa bertemu denganmu? Kau tidak rindu denganku? Atau mungkin kau telah melupakanku?
Aroma coklat panas benar-benar menggodaku, segera aku menyeruput coklat panas ini. Akibat  udara dingin disini, coklat ini segera menjadi turun suhunya. Aku iris pelan bolu ini dan melahapnya. Kulihat sekitar, terlalu banyak remaja disini bersama pasangannya. Aku hanya tersenyum melihatnya. Ku buka diary ini, ada sesuatu yang terjatuh. Ternyata bunga mawar. Bunga mawar yang telah layu, kelopaknya juga sudah coklat dan mengering. Mawar ini adalah mawar pertamaku, mawar pertama saat valentine 6 tahun lalu. Pikiranku melayang tak tentu arah, berandai-andai ia ada di depanku dan berkata padanya “Aku masih menyimpan mawar darimu.”
Segera ku ambil pena dari kotak pinsil biru muda kesayanganku. Pena mulai menari-nari diatas kertas putih. Menggoreskan ungkapan yang saat ini aku rasakan. Sedih, perih, lelah menahan rindu. Semesta, mungkinkan ini rasa penyesalan atas kemunafikan yang aku lakukan? Aku benar-benar merindukannya. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku hanya ingin berjumpa dengannya. Air mata mengalir bersama dengan turunnya hujan. Aku masih terus menulis, mengungkapkan semua yang aku rasakan. Perih hati ini. Tuhan, aku sangat merindukannya.

@Green Café Kota Bunga, Bogor
07 February 2016
17.00 WIB
Neptunus, aku merindukan rekan agen yang satu ini. 6 tahun sudah kami berpisah dan lost contact, aku merindukannya. Neptunus, aku sangat ingin berjumpa dengannya walaupun itu hanya sebentar. Inikah hukuman, inikah karma, inikah karma atas kemunafikanku yang padahal aku tidak ingin berpisah dengannya. Walaupun aku tahu ini merupakan pilihan yang sangat sulit aku putuskan, akan tetapi ini juga aku lakukan untuk kebaikannya.
Dedaunan di perkebunan teh saat ini mulai basah, entah aku harus senang atau sedih. Namun aku tahu, hujan saat ini mencoba untuk menghiburku, menemaniku saat pikiranku yang kini sedang kalut. 6 tahun aku mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya. Apakah aku munafik atas perbuatanku membohongi hati ini dan diriku sendiri?
Air mata ini tak tertahankan. Diary ini, pena, café, hujan, serta mawar yang layu inilah saksi atas kepedihan yang aku luapkan saat ini. Terimakasih Tuhan karena kau telah menurunkan hujan. Neptunus, sampaikan salamku untuknya yang entah sekarang aku tidak tahu keberadaannya. Semoga ia masih Andi yang dulu, Andi yang selalu ada disaatku butuh, Andi yang masih menyukai turunnya hujan.

Tertanda,
Agen Neptunus
 Riana Natasha Sigi


                ****

Malam telah datang, 1 setengah jam cukup bagiku untuk meluapkan semuanya. Saatnya kini aku kembali ke villa. Aku berjalan menuju kasir untuk membayar makan, ku sodorkan selembar uang Seratus Ribu Rupiah kepada penjaga kasir dan ia memberiku kembalian uang sebesar Lima Puluh Ribu Rupiah.
“Langsung pulang, mbak?”
Tanya si penjaga kasih padaku.
“Iyah, saya buru-buru.”
“Ohh gitu, tapi mbak melewatkan sesuatu nanti. Sayang sekali padahal.”
Melewatkan sesuatu, apa? Penjaga kasir menunjukkanku pamphlet yang dipasang didepan pintu café ini. Penampilan akustik musim hujan. Akan ada penyanyi indie yang tampil malam ini. Menarik, namun aku harus pulang. Aku ingin beristirahat. Lagipula acara ini masih ada sampai 3 hari berikutnya, mungkin besok aku akan kemari lagi jika masih ada kesempatan.

“Iyah baik, nanti saya sampaikan kepada Mrs. Chen untuk segera dikirim ke kantor bapak. Kebetulan juga sekarang saya sedang pulang kampung, saya ada di Indonesia. Begini saja, nanti saya atur waktu pertemuan kita, pak. Bagaimana?”

Aku mendengar seseorang dengan suara yang tidak asing. Itu Andi, tapi mana mungkin? Aku berjalan keluar melangkah ke mobil, namun sekilas wajah itu. Yaa itu Andi, iyah aku yakin itu Andi. Gila ! aku tak mau lagi masuk kedalam café hanya untuk memastikan dia Andi atau bukan. Pikiran ini masih tak tentu arah, mungkin ini hanya halusinasiku saja karena aku saking merindukan Andi. Aku segera pergi dari café daripada aku terus-terusan berhalusinasi. Sesampainya di villa aku segera mandi dengan air hangat. Mencoba untuk rileks, pikiranku makin kacau saja hari ini. Akan tetapi aku masih penasaran apakah itu Andi? Tidak, aku sangat yakin itu Andi.

Keesokan malamnya aku datang lagi ke café itu.  Aku ingin menghilangkan rasa penasaranku akan orang yang kemarin datang. Dimulai dengan memesan menu, dan duduk di kursi yang sama seperti kemarin.  Pukul 7 malam, aku masih asik bermain ponsel, melihat akun Facebook milikku. Sibuk mencari akun milik Andi, ternyata pertemananku dengannya masih di blokir sejak aku memutuskan hubungan dengannya. Andi, sebenci itukah kau padaku? Rasa sesak kembali timbul. Aku tidak ingin menangis, namun semakin aku melawan maka semakin sakit rasanya.

2 jam sudah aku menunggu, namun tidak ada orang yang aku cari. Apakah yang kemarin itu bukan Andi? Tapi aku sangat yakin walaupun aku hanya menatap wajahnya sekilas dari samping. Aku menatap kearah hamparan kilauan lampu yang menyala dari atas perbukitan, serta lampion yang beterbangan dengan indahnya. Ohhh Andi, andai kau ada disini. Pemandangan ini sangat menakjubkan. Aku sedikit terhibur akan adanya lampion yang diterbangkan oleh orang-orang di sekitar café.  Andi, jika memang yang kemarin itu adalah kau maka datanglah. Izinkan aku untuk bertemu denganmu.


@Green Café Kota Bunga, Bogor
08 February 2016
20.10 WIB
Selamat malam ku ucapkan untukmu yang masih ku sayangi. Apa kabarmu? Aku harap kau baik-baik saja. Negeri Tirai Bambu, negeri dimana banyak orang-orang hebat, dimana banyak setiap barang dari yang kecil sampai yang besar pasti tertera buatan negara tersebut. Bagaimana cita-citamu, sudah tercapai kah? Kau masih ingat yang ku katakan sehingga kau membenciku?
Pasti itu sakit untukmu, namun bukan berarti aku ingin terlepas darimu atau ingin pergi kemudian melupakanmu. Aku hanya takut nantinya akan membuatmu merasa terganggu akan impian yang ingin kau raih. Aku memang tidak bisa menjalaninya sekalipun itu kita terpisah dengan jarak yang jauh, namun aku berbohong pada diriku sendiri. Aku tak bisa.
Kemarin sore tepat di café ini juga aku sekilas melihat pria yang mirip denganmu, wajahnya tidak aku lihat jelas namun suara yang sangat aku yakin itu adalah kamu. Aku sangat berharap itu adalah kamu. Menyesal? Yaa, aku menyesal. Mengapa tidak aku hampiri saja langsung pria itu sehingga aku tidak penasaran apakah itu kamu atau bukan. Tak apa, yang kemarin memang aku ragu. Malam ini kau akan datang lagi bukan? Aku berharap, sangat berharap kau akan datang lagi kemari,aku datang pada jam yang sama saat kau datang.
Hey.. Malam ini aku melihat lampion yang terbang diangkasa malam dengan indahnya. Kau tahu? Aku sangat ingin menatapnya denganmu. Tapi aku saja tidak tahu sekarang kau dimana. Jujur aku akui, sangat sakit menahan rindu ini. pulanglah sayang, kembali, ku mohon maafkan aku. Beribu-ribu maaf aku ucapkan dari lisanku, saat ini aku hanya bisa menangis dan menangis. Hujan yang selama ini menemaniku dari kesendirian.
Aku memang bukan manusia sempurna, aku tahu akan kesalahan yang aku perbuat hingga kau merasa sakit dan akhirnya kau harus menghilang dari kehidupanku. Sekali lagi, aku memutuskan hubungan itu bukan karena aku ingin pergi darimu. Aku mendukungmu untuk meraih cita-citamu. Namun aku selalu berharap kau bisa mendengar rintihan ini, dimanapun kau berada.
Angin menjadi saksi atas suara rintihan kepedihan ini. Begitu sakitnya aku merindukanmu disana, aku hanya ingin kau kembali. Pena ini, diary ini yang selalu menjadi wadah air mataku menetes hingga kertasnya sedikit lusuh, juga tinta dari pena yang luntur akibat air mata ini. Dimana kau sekarang? Aku hanya ingin bertemu, kembali menatap wajahmu, sinar matamu, bibir merah, serta pipi milikmu yang bagaikan paruh melayang.
Tuhan, jika ini memang hukuman yang kau beri padaku atas kemunafikan yang aku lakukan, ampunilah aku. Jika ini memang rasa sakit darinya yang harus aku derita sekarang, aku terima. Karena aku percaya karma itu ada, dan sekarang aku sedang merasakannya.
Tuhan, jika memang aku di perkenankan untuk bertemu, maka pertemukanlah aku dengannya walaupun itu hanya sebentar. Aku tahu ini sakit, namun aku juga ingin mengobati luka ini. Luka atas kebodohan yang dulu aku perbuat, aku sangat merindukannya Tuhan.
Aku merindukanmu saat kau bermain-main dengan kucing yang kita pelihara yang sangat kau jaga, dan aku juga merindukan hangatnya kecupan bibirmu yang mendarat di keningku. Maaf, hanya kalimat itu yang bisa kuucapkan untukmu. Aku memohon dengan sangat, kembalilah untukku.



Tertanda,
Agen Neptunus
 Riana Natasha Sigi


Terhitung sudah 3 jam aku duduk disini dan udara dingin secara paksa menusuk hingga masuk menembus jaket yang aku kenakan. Dada ini sangat sesak, air mata perlahan meleleh dan tumpah. Aku segera meninggalkan café dengan perasaan sedih yang amat mendalam. Tak kuasa hati ini menahan kesakitan akibat kebodohan dan ketololan yang aku lakukan. Maafkan aku Tuhan, aku berbohong pada diriku sendiri. Ini memang hukuman yang harus aku tanggung 6 tahun lalu. Hujan turun sangat deras, aku sampai di depan halaman villa, membiarkan tubuh ini merasakan dinginnya hujan yang turun. Mencoba untuk meredam api didalam hati dan pikiran yang amat panas. Aku langsung masuk kedalam kamar, menangis sejadi-jadinya. Terus menangisi atas kebodohan diri ini.

“Kenapa kau tidak datang lagi? aku sangat yakin itu adalah kau, Andi ! Maafkan aku, maafkan aku telah mengakhiri hubungan ini.”

Ucapku sambil terus terisak dalam tangis sampai aku tertidur dengan kondisi pipi yang basah karena air mata, dan baju yang basah kuyup karena hujan.
Pagi harinya aku terbangun karena ketukan pintu diluar. Ku coba beranjak namun tubuh ini terasa berat, kepala juga terasa sangat sakit, berjalan juga rasanya sulit, aku paksa ! Segera aku membuka pintu, ku dapatkan seorang pria berpakaian rapih, mengenakan jas hitam. Siapa pikirku orang asing ini? Kulihat di tangannya, diaryku? Mengapa bisa ada ditangannya? Pasti tertinggal di café waktu semalam.

“Maaf, anda siapa?”
Ia membalikkan badannya sambil tersenyum, betapa terkejutnya aku ! Tuhan..




-HELENA VECTOR-

[1] Kartun animasi Jepang


Komentar

Postingan Populer