Unggulan
SEBUAH PERSPEKTIF DAN PESAN DALAM FILM ‘BALADA SEPASANG KEKASIH GILA’
Hallo, selamat datang teman-teman yang baru pertama
datang ke blog ini, dan selamat datang kembali buat teman-teman yang masih
menjadi pembaca setia.
Senin, 23 Agustus 2021, adalah hari yang sebetulnya
terbilang telat untuk gue menonton film yang disutradarai Anggy Umbara ini. Dibintangi
oleh Denny Sumargo, dan Sara Fajira. Usut punya usut, ‘Balada Sepasang Kekasih
Gila’ adalah sebuah karya dari Han Gagas yang memenangkan kompetisi Falcon Script Hunt pada tahun 2020. Awal
menonton trailernya, gue langsung menulis di buku agenda untuk menyaksikan film
ini. Tidak mungkin untuk ke bioskop karena pandemi yang tak kunjung usai. Terima
kasih kepada Klik Film yang sudah menjadi platform untuk menonton streaming selama pandemi.
![]() |
sumber: Klikfilm |
Bagi teman-teman yang penasaran bagaimana cara menonton dan berlangganan Klik Film dengan GoPay, sangat mudah:
1.
Telusuri laman Klik Film di internet;
2.
Pilih film yang ingin kalian tonton, lalu klik ‘Berlangganan’;
3. Pilih metode pembayaran dengan GoPay, yang kemudian akan muncul perintah
untuk memindai kode QR;
4. Buka aplikasi GoJek kalian, pilih bayar, arahkan ponsel kalian ke monitor
laptop atau PC untuk memindai kode, pembayaran selesai! Untuk jangka waktu berlangganan
dengan GoPay sampai 7 hari, dan belum termasuk film Premium.
Oke! Sesuai dengan judulnya, blog kali ini akan membahas
perspektif dan pesan dalam film ‘Balada Sepasang Kekasih Gila’ versi gue sendiri. Diceritakan
sosok Lastri dan Jarot yang memiliki masa lalu yang kelam. Lastri pernah
mengalami pelecehan seksual, menjadi korban perdagangan manusia, dan dijatuhi
hukuman penjara akibat membela dirinya. Sedangkan Jarot adalah seorang pria
yang terlahir dengan IQ rendah, sayangnya ia dituduh sebagai komunis, dan
membunuh orang-orang yang berlaku jahat padanya. Jarot dijatuhi hukuman penjara
selama 4 bulan, dan menjalani rehabilitasi di rumah sakit jiwa selama 6 bulan. Selama di sana, Jarot diperlakukan dengan tidak baik pula oleh kedua petugas rumah sakit.
Hingga suatu hari keduanya bertemu secara tidak sengaja setelah menghirup udara bebas, dan menjalin cinta.
Selama film berlangsung, gue terkejut karena tidak ada musik
latar yang dinyanyikan oleh musisi
terkenal dalam negeri. Hanya ada dua buah lagu kebangsaan yang menjadi musik
latar yakni ‘Halo-Halo Bandung’, dan ‘Indonesia Raya.’ Film ini secara jelas
menunjukkan pesan bahwa seluruh unsur masyarakat di Indonesia masih terjajah di
tanahnya sendiri. Dibawah sistem pemerintahan, kedua insan ini tidak merasakan
apa itu bebas, merdeka, dan bahagia yang sesungguhnya. Mereka dikelilingi
orang-orang yang “mengaku waras” dan pada akhirnya “dipaksa” untuk mencari kebahagiaan
walaupun dengan cara yang menyakitkan. Terbukti dari Lastri yang mencari
keadilan karena kasus pemerkosaannya oleh ketiga preman, namun saat ia membalas
perbuatan bejat mereka, Lastri malah harus dijebloskan ke penjara, dan
lagi-lagi masuk ke lingkaran hitam. Tidak hanya itu, saat mereka sudah sah
menjadi pasangan suami istri, kebahagiaan mereka direnggut kembali oleh para
pekerja proyek yang tamak. Secara paksa, Lastri dan Jarot diperlakukan bak
orang yang tidak layak hidup. Ditambah saat kondisi Lastri yang saat itu sedang
mengandung, harus kehilangan janinnya akibat ia yang kembali diperkosa oleh preman
suruhan orang-orang pekerja proyek.
Lewat pesan yang gue temukan dalam film ini, gue menyatakan bahwa semua orang berhak untuk membangun cinta, tidak peduli siapa, dan apa latar belakangnya sekalipun dalam situasi yang kacau. Anggy Umbara sukses membakar emosi yang menonton film
ini. Gue menyadari bahwa manusia yang pada dasarnya diberikan rasa empati oleh
Tuhan, memang harus ditunjukkan dengan cara yang paling jujur.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Postingan Populer
REVIEW BUKU PIKIRAN FAJAR "YAUDAH, TERIMA AJA"
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
MONOLOG: TENTANG KITA YANG PERNAH PATAH
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar